TRIBUNNEWS.COM - Sekjen DPP Partai PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto respon pelaporan yang dilayangkan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun ke KPK soal Kasus KKN Anak Presiden.
Menurut penilaiannya, tindakan yang dilakukan Ubedilah itu erat kaitannya dengan political heavy.
"Beberapa kader PDI Perjuangan juga telah melakukan advokasi."
"Ini karena nampak sebagai tindakan-tindakan yang political heavy-nya itu jauh lebih kuat."
"Meskipun demikian setiap upaya untuk penegakan hukum dihormati oleh PDI Perjuangan," jelas Hasto dikutip dari Kompas Tv, Selasa (18/1/2022).
Sementara itu, hal lain yang juga menyangkut politik juga terlihat dari jejak media Ubedilah.
"Kami sendiri juga melihat bagaimana rekam jejak saudara Ubedilah tersebut."
"Termasuk pergerakannya di media sosial yang mengungkapkan keterlibatannya dengan partai politik tertentu," lanjut Hasto.
Ubedilah Badrun Bantah Ada Politik Praktis
Ubedilah Badrun tegaskan pihaknya tak miliki kepentingan politik di balik pelaporannya terhadap Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Apalagi, menurut Ubed pelaporannya itu adalah hal yang sangat sensitif karena menyangkut dua anak Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Orang mengatakan ini politis, mau pemilu dan Uben itu ada hubungannya dengan partai, itu No! tidak ada."
"Untuk apa coba? mengajukan sesuatu yang ini sangat sensitif, ini anak presiden, Ubedilah siapa."
"Itu artinya penuh resiko, lalu kita melakukan itu, itu kan nekat banget."
"(Saya tegaskan) ya karena saya tidak mempunyai kepentingan politis," tegas Ubed dalam diskusi virtualnya di Realita TV, Kamis (13/1/2022).
Baca juga: Ubedilah Tak Takut Dipolisikan Usai Adukan Gibran-Kaesang ke KPK, Tolak Minta Maaf ke Putra Jokowi
Sementara itu, menanggapi kabar simpang siur yang beredar soal dirinya diklaim sebagai kader partai politik, Ubed menepisnya.
Pengalamannya mendatangi partai politik hanyalah undangan karena partai politik membutuhkan keilmuan yang dimilikinya.
"Pertama saya tak ada hubungannya dengan partai politik."
"Saya datang ke PKS itu diundang karena keilmuan saya, yakni memberikan pelatihan, memberikan isi seminar di partai."
"Lalu saya diklaim sebagai kader partai itu, ya tidaklah."
"Saya itu juga mengajar di kader-kader PDIP, bahkan saya mementori kader PDIP juga sampai jadi Gubernur juga."
"Lalu saya dituduh kaader PDIP, kan tidak."
Baca juga: Jokowi Mania Laporkan Ubedilah Badrun ke Polisi, Gibran: Enggak Usah, Santai
"Jadi akademisi ini kan punya ilmu, jadi ilmu ini yang dibutuhkan oleh partai politik."
"Tidak hanya PKS, jauh sebelum PKS saya memberikan pikiran-pikiran saya di kader-kader PDIP, Demokrat juga generasi muda di Golkar."
"Dan ini bisa dicek sama orang-orang yang pernah mendengarkan (pikiran-pikiran) saya di partai itu," jelas Ubed.
Sehingga keliru jika ia dituduh sebagai salah satu kader di partai itu.
"Jadi itu keliru kalau (menuduh) saya orang partai."
"Tidak hanya itu, bahkan mungkin hampir semua partai."
"Termasuk partai-partai kecil yang masuk dalam kekuasaan juga partai-partai itu, (mereka) bagian dari koalisi."
Baca juga: Laporkan Gibran-Kaesang, Ubedilah Harap KPK Serius dan Profesional
"Lalu saya juga disebut sebagi anggota partai itu juga, kan tidak logis itu."
"Menyimpulkan satu peristiwa dari satu data yang sangat permukaan," lanjut Ubed.
Pelaporannya ini, kata Ubed murni berdasarkan kegelisahannya pada indeks presepsi korupsi di Indonesia yang buruk.
"Saya hanya melihat negara ini ternyata indeks presepsi korupsinya buruk, angkanya 37, dari angka nol sampai 100, dan saya gelisah."
"Dalam teori saya sempat membaca bukunya Yoshihara itu ada istilah ersatz capitalism dan ciri dari era itu adalah munculnya pengusaha-pengusaha baru yang (muncul) karena ada relasi dengan kekuasaan."
"Nah ini saya melihat salah satu problem ini yang membuat korupsi terus merajalela," jelas Ubed.
Baca juga: Perbandingan Harta Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming, Siapa Lebih Kaya?
Untuk diketahui, laporan yang diajukan Ubed menyikapi perihal turunnya angka tuntutan kepada perusahaan besar bernama PT SM yang disinyalir menjadi tersangka pembakaran hutan.
Keduanya, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep dianggap terlibat dalam bisnis gabungan tersebut.
Tuntutan tersebut dilayangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nominal tuntutan sebesar Rp 7,9 triliun.
Dari tuntutan sebesar Rp 7,9 triliun itu, Mahkamah Agung (MA) ternyata mengabulkan permintaan penurunan nominal tuntutan menjadi Rp 78 miliar.
Ini yang menurut Ubed menyimpan kejanggalan.
Selain itu, ada beberapa kejanggalan lain yang coba Ubed kaitkan.
Sehingga, ini yang melatarbelakangi Ubed melaporkan Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke KPK.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)