TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap peran keenam tersangka dalam dugaan kasus aplikasi robot trading ilegal Evotrade yang memakai skema Ponzi.
Adapun pelaku utama dalam kasus ini berinisial AD (35) dan AMA (31).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyebut bahwa AD dan AMA masih berstatus sebagai buronan.
Dia bertugas sebagai donatur hingga pembuat website Evotrade.
"AD tersangka atau peranan pelaku utama, selaku owner, membiayai pembuatan website dan menyiapkan basecamp untuk para karyawan," kata Whisnu dalam keterangannya, Kamis (20/1/2022).
Selain itu, kata dia, AMA juga berperan sebagai pelaku utama atau owner yang bersama-sama dengan AD. Namun, pihaknya telah menangkap empat tersangka lain yang diduga terlibat di dalam kasus tersebut.
"Di antaranya, AK atau tersangka jabatan Dirut hanya sebagai boneka, digaji dua kali oleh perusahaan melalui D. Tapi tidak tahu terkait kegiatan operasional yang sebenarnya," jelas Whisnu.
Baca juga: Bareskrim Bongkar Aplikasi Robot Trading Ilegal Pakai Sistem Ponzi, 6 Orang Jadi Tersangka
Lalu, lanjut Whisnu, tersangka lain adalah D (42) yang juga bertugas mengurus akta perijinan perusahaan dan meminta AK untuk menjadi Direktur Utama. Dia melakukan hal tersebut atas perintah AMA.
Berikutnya, tersangka D (42) yang juga bertugas mengurus akta/perijinan perusahaan dan meminta AK untuk menjadi Dirut.
Lalu, DES (27) yang bertugas sebagai pemilik rekening penampungan atas nama DES digunakan untuk menampung setoran dari member Evotrade.
"Terakhir, MS (26) tersangka yang berperan sebagai Kepala Admin dengan tugas merekap deposit para member dan menyetujui dana yang di withdrawl member," pungkasnya.
Dalam kasus ini, penyidik telah menyita dua mobil BMW, mobil Lexus, enam laptop hingga dua ponsel sebagai barang bukti.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap aplikasi robot trading ilegal Evotrade yang memakai skema Ponzi. Dalam kasus ini, setidaknya ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun keenam tersangka merupakan AD, AMA, AK, D, DES dan MS. Perusahaan bidang penjualan aplikasi robot trading Evotrade diduga tidak memiliki ijin usaha dengan KBLI 47999 dari Kemendag RI.
"Perusahaan ini menjual aplikasi robot trading tanpa izin. Kegiatannya menggunakan sistem ponzi atau piramida, member get member. Jadi bukan barang dijual tapi sistemnya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (19/1/2022).
Whisnu menyampaikan ada dua tersangka yang tidak ditahan oleh Bareskrim Polri yaitu AK dan D. Keduanya tidak ditahan karena tidak terlalu banyak terlibat dalam perkara tersebut.
Sedangkan, kata Whisnu, dua orang AD dan AMA kini berstatus DPO dalam perburuan polisi.
"2 tersangka kami tahan, 2 lakukan penanganan di luar, 2 tersangka masih dicari masih DPO. Mudah-mudahan dalam minggu ini pun tertangkap," jelas Whisnu.
Whisnu menuturkan total ada 3.000 orang yang memakai aplikasi tersebut di sejumlah wilayah di Indonesia. Mereka tersebar di wilayah Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Aceh.
Sementara itu, Kasubdit V Dirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Ma'mun mengatakan Evotrade tidak mengantongi izin dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ia menuturkan, Evotrade menjanjikan keuntungan kepada para korbannya jika mampu merekrut korban baru dengan skema Ponzi. Namun, dia tidak menjelaskan jumlah kerugian yang dialami oleh para korban.
Baca juga: Dua Tahun Beroperasi, Platform Trading Saham Ajaib Rangkul 1 Juta Investor Ritel
"Jadi kakinya sampai enam itu akan mendapatkan yang terakhir itu 2 persen dari awal itu 10 persen, 5 persen, 5 persen, 3 persen dan 2 persen sampai enam kaki dan seterusnya dan seterusnya," tukas Ma'mun.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.