TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi inisial B dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana terorisme, dengan terdakwa mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman.
B adalah panitia acara pembaiatan berkedok tabligh akbar di Makassar, Sulawesi Selatan pada 2015 silam.
Dalam kesaksian di persidangan, B mengatakan bahwa isi ceramah Munarman di acara tersebut membangkitkan para perserta untuk melakukan aksi jihad.
"Jadi pertemuan tanggal 24 dan 25 ini pertemuan kedua yang saudara lihat?" tanya jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (26/1/2022).
"Iya," ucap B.
"Setahu saksi, kehadiran terdakwa apakah memang sengaja deklarasi atau kebetulan?," tanya jaksa lagi.
"Sengaja," jawab B.
Baca juga: Soal Keterlibatan Terhadap ISIS, Munarman Jengkel dengan Eks Laskar FPI Makassar dalam Sidang
Jaksa lalu kembali menanyakan apakah kehadiran Munarman menggerakkan peserta untuk melakukan aksi jihad atau tidak. B pun menjawab dengan menyebut bahwa isi ceramah Munarman berkaitan dengan dakwah, hisbah dan khilafah.
"Apa sih yang saksi rasakan dari ceramah terdakwa, ada tidak kata-kata yang menurut saksi bisa membangkitkan mereka untuk ikut gabung atau hijrah?," tanya jaksa.
"Iya, ada kata-kata yang termasuk visi - misi FPI yang kami dengar ceramahnya bahwa ada namanya dakwah, hisbah dan khilafah," ucap B.
"Beliau (Munarman) menyampaikan tentang daulah, pentingnya menegakkan syariat Islam yang ada, termasuk Indonesia," kata B.
Dalam perkara ini, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan secara sengaja.
Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror secara luas.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Atas perbuatannya, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.