Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021.
Dalam pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar.
"Dan meminta agar tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) mengawal dan mendukung proses pengajuannya," kata Karyoto.
Atas permintaan itu, Ardian diduga meminta jatah tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi.
Beberapa waktu setelahnya Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
"Dari uang Rp2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SDG131 ribu setara dengan Rp1,5 miliar, yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA (Laode) menerima sebesar Rp500 juta," ujar Karyoto.
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Eks Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur ke PN Kendari
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
KPK juga menduga ada pengajuan dana daerah lain yang dimainkan Ardian.
"Akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Karyoto.
Dalam kasus ini, Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.