News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Pengadaan Tanah di Munjul

Dalam Sidang, Eks Dirut Sarana Jaya Luapkan Kekecewaan Soal Zonasi Pembangunan Hunian di Munjul

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/5/2021). KPK resmi menahan Yoory Corneles terkait dugaan TPK pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp152,5 Miliar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi atas kasus pengadaan tanah di Munjul untuk program hunian DP Rp 0, Kamis (3/2/2022).

Adapun sidang ini beragendakan pemeriksaan terdakwa eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Yoory Corneles Pinontoan.

Dalam sidang, Yoory mengutarakan kekecewaan terhadap para staf kerjanya saat proses penentuan zonasi pembangunan hunian tersebut.

Mulanya jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan perihal pengetahuan Yoory terkait zonasi tersebut.

"Akhirnya yang saudara ketahui kapan zonasi itu ternyata apa?" tanya jaksa dalam persidangan.

"Dua minggu setelah PPJB (Perjanjian Peningkatan Jual Beli, red)," jawab Yoory.

Baca juga: Nama Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik Muncul Dalam Sidang Perkara Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul

"Zonasi secara faktual gimana, apakah berdasarkan kajian yang sudah baru selesai dibuat pada 2 Minggu setelah PPJB, atau secara lisan?" tanya jaksa kembali.

"Jadi saya sampaikan, jadi ini kajian laporan sudah jadi sebelum PPJB. tapi kajian itu kan saya lihat salah. harus diperbaiki mondar-mandir terus. itu masih bilang (zona) kuning," jawab Yoory.

Dalam penjelasan Yoory, program pembangunan hunian di Munjul itu terbagi atas tiga zonasi, yakni Ungu untuk area kantor dan kuning untuk kawasan perumahan.

Sedangkan saat itu di wilayah Munjul, masih didominasi zonasi berwarna hijau yang artinya sebagai area yang dikhususkan untuk rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan.

Padahal kata Yoory, dia sejatinya sudah menerima laporan kajian investasi terkait zonasi di Munjul dan disebutkan warna kuning.

Dengan begitu, lahan di Munjul kata dia, tidak sesuai peruntukan sebagaimana Pasal 632 hingga Pasal 633 Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan ber-zonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan apalagi menjadi hunian vertikal.

"Betul. Bahwa ini zonasi hijau sebagian besar, kuningnya cuma sedikit. Lalu, ada ungu di situ," ujar Yoory.

Baca juga: Saksi Ungkap Pembayaran Lahan DP 0 Rupiah di Munjul Tetap Dilakukan Walau Status Tanah Abu-abu

Dari situ, Yoory mengaku mengetahui adanya ketidaksesuaian laporan terkait zonasi tersebut setelah dua pekan keluarnya PPJB itu oleh PT Adonara Propertindo.

Sebagai informasi, PT Adonara Propertindo merupakan perusahaan yang menyediakan lahan di Munjul.

"Oh gitu, lalu sikap saudara gimana?" tanya jaksa.

"Terus terang saya marah. Saya sampaikan kok bisa? Kemarin bilang kuning-kuning sekarang zona (ternyata) hijau," kata Yoory.

Dalam keterangannya Yoory mengaku, mengetahui laporan kalau ternyata kawasan Munjul merupakan zonasi hijau itu dari para stafnya di Sarana Jaya.

Kendati demikian, para stafnya itu tidak melaporkan secara transparan sejak awal bahwa zonasi lahan di Munjul adalah hijau.

Baca juga: KPK Hadirkan Eks Plt Dirut Sarana Jaya dalam Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Tanah di Munjul

Atas hal itu dirinya merasa kecewa kepada stafnya karena tidak memberikan penjelasan yang sesuai.

"Marah karena kecolongan?" tanya jaksa.

"Ya saya merasa tanda petik ya mereka tidak melaporkan hal yang benar kepada saya. Saya kecewa dengan staf saya," kata Yoory.

Diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, Wakil Direktur PT Adonara Anja Runtuwene, dan Direktur PT Aldira Berkah Rudy Hartono Iskandar merugikan negara sebesar Rp152,5 miliar dari hasil korupsi pengadaan tanah di Munjul.

JPU KPK mendakwa ketiganya melakukan perbuatan rasuah bersama mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.

Tak hanya merugikan keuangan negara, mereka didakwa memperkaya PT Adonara sejumlah Rp152,5 miliar.

“Yaitu merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp152.565.440.000,” bunyi surat dakwaan Tommy, Anja, dan Rudy yang didapat Tribunnews.com, sebagaimana dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/10/2021).

Penuntut umum menyatakan pada November 2018, Yoory menyampaikan kepada Tommy Adrian selaku Direktur PT Adonara Propertindo bahwa PD Sarana Jaya sedang mencari tanah untuk melaksanakan program rumah DP 0 Rupiah.

Kriteria tanah di antaranya berlokasi di Jakarta Timur dengan syarat luas 2 hektare, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter dan minimal row jalan sekitar 12 meter.

Pihak Adonara kemudian menemukan tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur milik Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeuas.

Kongregasi suster awalnya menolak menjual tanah itu karena menganggap mereka broker.

Tetapi akhirnya setuju setelah didekati oleh Anja Runtuwene.

KPK menyatakan Perumda Sarana Jaya atas perintah Yoory membayar total Rp152,5 miliar kepada Anja Runtuwene.

KPK menganggap pembayaran Sarana Jaya itu atas pembelian tanah itu tidak mempunyai nilai manfaat karena tidak bisa dipergunakan untuk program DP 0 Rupiah.

Lembaga antirasuah menyatakan sebenarnya bawahan Yoory sudah beberapa kali melakukan kajian.

Hasilnya, tanah Munjul dianggap tidak layak untuk dijadikan hunian. Namun, Yoory tetap memerintahkan pembayaran tersebut.

Selain itu, menurut jaksa, kepemilikan tanah Munjul juga tidak pernah beralih ke Sarana Jaya.

Sehingga, telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp152,5 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini