TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) transparan soal data perkebunan ilegal di kawasan hutan yang mendapat pemutihan atau menjadi legal.
Ketua Umum DPP KNPI meminta aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri, Kejaksaan dan KPK turun tangan memeriksa dan menangkap oknum-oknum yang diduga bermain dalam penyerobotan lahan hutan yang dijadikan perkebunan sawit ilegal.
Haris merujuk laporan awal KLHK, yang menyebut terdapat 3,2 juta hektare perkebunan ilegal di kawasan hutan.
Namun, dari jumlah itu, pihaknya menemukan jutaan hektar perkebunan masih dibiarkan beroperasi.
Salah satunya berada di Riau dan Kalimantan Tengah.
Meskipun ada Peraturan Pemerintah Nomor 104/2015, namun produk sawit mendapat cap buruk di pasar internasional, pengelolaan hutan juga mendapat stigma negatif karena deforestasi.
“PP tentang tata cara perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan sebetulnya lebih akomodatif menyelesaikan sawit di kawasan hutan,”ujar Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama, Selasa (8/2/2022).
Baca juga: Prof Hariadi: Jika Sawit Masuk Tanaman Hutan Akan Banyak Penyesuaian Regulasi dan Perizinan
Ditambahkannya, prosedurnya yang berbelit membuat penyelesaiannya tak kunjung final. Melalui PP ini perkebunan yang mendapat pemutihan tidak hanya yang beroperasi di kawasan hutan produksi (HP) atau hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), juga di hutan konservasi dan hutan lindung (HL).
“Regulasi dan wacana agroforestri sawit akan gugur dengan berlakunya UU Cipta Kerja. Lantas bagaimana nasib sekitar 1,7 juta hektare kebun sawit rakyat yang tidak mungkin ikut dalam mekanisme proses pelepasan kawasan hutan,” tanya Haris.
Dia membeberkan, Pasal 110B mengatur soal sawit ilegal milik perorangan.
Sanksinya denda.
Baca juga: Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK: Sawit Bukan Tanaman Hutan dan Rehabilitasi
Jika mengacu pada perhitungan di pasal penjelasan dengan tarif denda 20 persen dari pendapatan negara akan memperoleh pendapatan dari pemutihan sawit illegal Rp 75 triliun.
“Hal ini membuat penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang mencaplok kawasan hutan dengan membayar denda. Dari 3,1 juta hektare itu sekitar 576.983 hektare yang sedang proses permohonan pelepasan kawasan hutan wajib membayar provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi,” ungkapnya.
Namun Haris juga mengkritik, sanksi denda yang diberikan pemerintah terhadap perusahaan penyerobot hutan tersebut.
Karena terlalu rendah dan sangat tidak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
DPP KNPI juga mengutip pernyataan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang mencatat ada 222 perusahaan sawit ilegal yang beroperasi di dalam kawasan hutan akan mendapatkan 'pengampunan dosa' atau pemutihan dari pemerintah.
Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga KAHMI itu meminta agar KLHK membuka pemutihan lahan sawit ke publik, mana saja perusahaan yang melakukan ilegal atau tidak.
Masyarakat harus mengetahui mana saja perusahaan perusahaan sawit yang melanggar aturan, perusahaan yang berulang kali melakukan pelanggaran maka harus di ambil alih oleh negara
“Dengan kata lain, perusahaan itu bakal tetap beroperasi meskipun tak memenuhi ketentuan,” tutup Haris.