TRIBUNNEWS.COM- Sidang pembacaan putusan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin ditunda.
Sidang atas dugaan kasus suap terkait penanganan perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Lampung Tengah terpaksa ditunda lantaran ketua majelis hakim serta hakim anggota terpapar Covid-19.
Sidang putusan yang seharusnya dilaksanakan hari iniditunda hingga Kamis, 17 Februari 2022, pada pukul 10.00 WIB.
Hal tersebut disampaikan majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Fahzal Hendri.
"Jelas informasinya, bahwa ketua majelis dan hakim anggota dalam keadaan sakit oleh karena itu sidang ditunda hari kamis,17 Februari 2022, jam 10," tutur Fahzal di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/2/2022), dikutip dari KompasTV.
Azis maupun tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sepakat dengan keputusan hakim untuk menunda sidang putusan.
Setelah mendengarkan penjelasan dari hakim terkait penundaan sidang putusan, Azis langsung ke luar ruangan dan sempat bertemu rekan-rekannya.
Baca juga: KPK Bantah Tudingan Berupaya Bunuh Karakter Azis Syamsuddin
Baca juga: Tangis Azis Syamsuddin di Ruang Sidang, Ungkap Perjalanan Hidup Hingga Keinginan Menjadi Dosen
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Azis Syamsuddin dituntut empat tahun dan dua bulan penjara serta denda sebesar Rp250 juta subsider enam bulan kurungan oleh tim jaksa penuntut pada KPK.
Azis juga dituntut untuk dicabut hak politiknya selama lima tahun.
Berdasarkan fakta hukum dalam persidangan, ditambah dengan kecukupan alat bukti, Azis dinilai bersalah melakukan korupsi.
Azis diyakini telah menyuap mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju terkait pengurusan sejumlah perkara yang sedang ditangani oleh lembaga antirasuah.
Dalam melayangkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan jaksa dalam menuntut Azis, karena terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kemudian, perbuatan terdakwa Azis Syamsuddin juga dinilai telah merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).