TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI Marsdya TNI Donny Ermawan Taufanto menjelaskan sejumlah pertimbangan mengapa Kementerian Pertahanan RI memutuskan membeli alutsista dari Prancis ketimbang negara lain.
Hal tersebut merespons wacana mengenai rencana pengadaam 42 unit pesawat tempur Dassault Rafale dan kapal selam kelas Scorpene dari Prancis.
Terkait dengan sumber pengadaan alutsista, kata dia, politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif mengharuskan Indonesia untuk tidak mengikatkan diri secara a priori pada kekuatan dunia manapun.
Politik bebas aktif tersebut, lanjut Donny, tercermin pada kebijakan pengadaan alutsista saat ini yang tidak berasal dari satu negara atau satu blok saja.
Pertimbangan geopolitik dan geostrategi, kata dia, juga menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam pengadaan alutsista selain pertimbangan faktor teknis.
Baca juga: Soal Pengadaan Rafale dan F-15EX, Kemhan: Indonesia Saat Ini Hanya Andalkan 33 F-16 dan 16 Sukhoi
Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar Pusat Studi Air Power Indonesia bertajuk Menyongsong Pesawat Rafale yang digelar pada Kamis (17/2/2022).
"Di tengah kesulitan untuk mendapatkan alutsista dari Rusia, Prancis merupakan salah satu sumber pengadaan alutsista yang layak untuk dipertimbangkan," kata Donny.
Hubungan Indonesia-Prancis yang relatif tidak banyak mengalami pasang surut, kata dia, juga menjadi faktor yang dipertimbangkan.
Posisi tawar Prancis di kancah internasional dan politik luar negerinya yang realtif lebih netral dibandingkan dengan negara Eropa menjadikan Prancis menjadi satu pilihan sumber pengadaan alutsista bagi Indonesia.
Produk industri pertahanan Prancis juga memiliki kualitas yang tidak kalah dibandingkan dengan produk Amerika Serikat dan negara Eropa lainnya.
Bahkan kandungan lokal dalam negeri Perancis dalam alutsista produknya sangatlah tinggi.