TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) turut menyoroti rencana Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang akan melipatgandakan jumlah personel Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengatakan, hal tersebut lumrah saja terjadi, lantaran didasari pada kebutuhan lembaga.
Kendati begitu, pihaknya tak ingin mencampuri lebih jauh karena rencana itu diatur oleh internal Polri.
"Penambahan personil itu kan ranah Polri, mungkin berdasarkan kebutuhan," kata Irfan saat ditemui awak media saat sharing session di Royal Kuningan Hotel, Jakarta Selatan, Jumat (18/2/2022).
Terpenting kata dia, dalam upaya penanggulangan serta pencegahan tindakan terorisme, pihaknya akan berperan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Adapun pemahaman yang dimaksud yakni berkaitan dengan bahayanya faham radikal. Sebab kata dia, tidak akan ada aksi teror jika tidak ada faham yang mendasarinya.
"Tetapi kalau terorisme yang harus kita perkuat disini bagaimana masyarakat ikut memahami, mengetahui, menyadari bukan pada terorisme tapi pada radikalisme nya ini," kata dia.
Baca juga: Kembangkan Densus 88, Kapolri: Jumlah Personel akan Ditingkatkan Dua Kali Lipat
Sebab menurutnya, kelompok jaringan teroris saat ini sudah mulai merubah pola aksi serta pola pergerakan.
Di mana mereka kata Irfan, bisa saja mengubah nama jaringan, nama kelompok hingga akhirnya memasuki lembaga-lembaga negara.
"Itu strategi agar mereka melancarakan strategi rencana mereka di dalam menyebarkan dan mempeluas paham mereka dan mendapat simpatisan dari masyarakat yang seolah olah itu sesuatu yang benar," ucap Irfan.
Atas hal itu kata dia, sebagai kelompok mayoritas, masyarakat harus tercerahkan oleh pemahaman tentang bahayanya faham radikal yang berujung pada tindakan teror tersebut.
Sebab jika masyarakat menjadi terdiam, takut atau disebut menjadi silent majority, maka kelompok teroris yang merupakan small group ini akan membuat serangkaian agenda besar.
Di mana akibat yang ditimbulkan oleh kelompok jaringan teror yakni dengan memasuki seluruh lembaga yang resmi, lembaga keumatan, hingga lembaga kenegaraan.
"Kita tidak bisa membiarkan, jangan pernah dibiarkan paham itu menyebar, dimana lalu lintas manusia banyak berada. Karena dimana banyak manusia, banyak generasinya, disitu dia datang," tukas dia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan pengarahan di acara Senior Level Meeting Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di Bali.
Dia berbicara optimalisasi peran stakeholders dan counterparts yang sinergis dalam rangka penanganan terorisme di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Sigit menyebutkan pihaknya akan mengembangkan struktur organisasi Densus 88 Antiteror Polri dalam rangka semakin mengoptimalkan peran dari pencegahan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana kejahatan terorisme di Indonesia.
"Sejalan dengan tantangan yang meningkat dan semakin kompleks, maka Pemerintah setuju terhadap usulan kita pengembangan struktur Densus 88 Antiteror Polri. Alhamdulilah Perpres ditandatangani dan saat ini kita memiliki lima bintang satu. Dan harapan kita tak berhenti dan kita akan kembangkan. Jumlah personel 3.701, saya harapkan berkembang dan bisa dua kali lipat. Sehingga rekan-rekan memiliki kekuatan yang cukup termasuk anggaran, sarana dan prasarana juga ditingkatkan, demikian juga kemampuan yang dimiliki rekan-rekan," ujar Sigit pada Rabu (16/2/2022).
Selain di skala nasional, Sigit meminta Densus 88 Antiteror Polri juga harus melakukan pemantauan perkembangan terorisme Internasional.
Sehingga, lanjut Sigit, ke depannya detasemen berlambang burung hantu tersebut akan bisa beradaptasi dan mengembangkan kemampuan untuk menghadapi segala bentuk tantangan yang ada kedepannya.
Tantangan yang harus segera dijawab, menurut Sigit, adalah beradaptasi dengan pesatnya kemajuan perkembangan teknologi informasi (TI). Meskipun hal itu di satu sisi positif, namun di bagian lain terkadang dapat dimanfaatkan oleh para kelompok terorisme.
Karena itu, Sigit mengungkapkan, Densus 88 Antiteror Polri harus bisa bersinergi serta bekerjasama dengan seluruh institusi terkait di dalam negeri, tokoh agama, tokoh masyarakat maupun dengan negara lain.
Menurutnya, hal itu semakin memaksimalkan pencegahan dan penindakan terhadap seluruh jaringan terorisme.
"Rekan-rekan harus siap menghadapi perubahan. Dan kuncinya belajar meningkatkan kemampuan rekan-rekan, mengembangkan organisasi Densus 88, menambah kapasitas personel. Dan saya yakin sejarah membuktikan rekan-rekan mampu walaupun dinamika terjadi," tutur Sigit.