Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 soal Jaminan Hari Tua (JHT) mendapatkan penolakan dari sebagian publik di tanah air.
Menanggapi hal tersebut, pakar kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah perlu memperbaiki komunikasi dengan publik khususnya kelompok pekerja terkait aturan ini.
"Di sinilah kemudian ada komunikasi yang baik antara pemerintah dengan dengan buruh. Sehingga persepsi-persepsi yang berbeda, itu bisa diselesaikan secara proporsional artinya secara musyawarah mufakat," ucap Trubus dalam Diskusi Online: Unboxing Kebijakan JHT Indonesia, Jumat (18/2/2022).
Trubus mengatakan dialog merupakan langkah yang sangat penting untuk dibangun pemerintah dengan pemangku kepentingan terkait dengan kebijakan ini.
Pemerintah, kata Trubus, harus melakukan edukasi bahwa JHT ditujukan untuk tabungan.
Serta kebijakan mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang berkaitan dengan para pekerja.
"Itu kan pentingnya dialog, konsultasi publik ini menjadi persoalan. Saya kira ini menjadi sumber malapetaka," kata Trubus.
Baca juga: Polemik JHT, Puan Minta Jangan Ada Pihak yang Dirugikan
Trubus mengatakan gelombang penolakan terhadap Permenaker 2 tahun 2022 terjadi karena minimnya komunikasi dari pemerintah.
Dirinya mengingatkan bahaya yang timbul jika pemerintah tidak dapat memberikan penjelasan kepada publik terkait aturan ini.
Menurutnya, hal ini dapat menciptakan ketidakpercayaan publik atau public distrust.
Baca juga: Buruh Datangi Dinas Tenaga Kerja Banten, Tolak Permenaker Minta Pencarian JHT
"Supaya tidak menimbulkan pemahaman yang keliru terus-menerus, karena nanti ini berujung kepada public trust. Kalau sudah public distrust ini berbahaya loh. Jadi saya rasa ini harus segera diselesaikan," kata Trubus.
Aturan ini, menurutnya, harus dikaji ulang dengan direvisi atau ditunda pelaksanaannya sampai terbentuk kesepahaman dengan masyarakat.