News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengikut Rizieq Shihab Tewas

Pleidoi Perkara Unlawful Killing, Kuasa Hukum Terdakwa Polisi Singgung Soal FPI Ormas Terlarang

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing atas terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella dengan agenda pembacaan nota pembelaan alias pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (25/2/2022).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum terdakwa polisi perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di luar hukum alias lnlawful killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI, membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam pleidoi yang disampaikan dalam persidangan Kamis (25/2/2022) kubu terdakwa, turut menyinggung soal keabsahan organisasi FPI yang telah dilarang pemerintah.

Pada penjelasannya, tim kuasa hukum menyatakan kalau para korban yang tewas atas insiden baku tembak itu merupakan anggota khusus yang berada di dalam organisasi FPI.

Bahkan, kubu terdakwa mengatakan kalau organisasi yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Shihab (MRS) itu terafiliasi dengan kelompok teroris Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).

"Sebagaimana kita ketahui bahwa FPI adalah sebuah Ormas yang terafiliasi dengan Organisasi teroris yang didirikan di Baghdad dan dikenal juga sebagai Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), yang sangat dikenal telah melancarkan serangan teroris yang brutal, kejam dan mengerikan di berbagai negara," kata tim kuasa hukum dalam persidangan, yang bersangkutan hadir secara virtual.

Lebih jauh, tim kubu terdakwa juga menyatakan kalau identitas dari ISIS tercermin dalam perilaku FPI sebagai organisasi.

Baca juga: Pleidoi Kuasa Hukum Terdakwa Polisi Sesali Sikap Rizieq Shihab yang Tak Kooperatif

Di mana kata tim kuasa hukum, FPI kerap membawa isu agama yang rentan dan sensitif serta kerap menerapkan tindakan anarkis dan radikal yang menurutnya bertentangan dengan Pancasila.

"Wajah ISIS tercermin dalam perilaku FPI selama ini, yaitu membawa isu agama yang rentan dan sensitif serta bertentangan dengan ideologi Pancasila," sambung tim kuasa hukum.

Adapun tindakan yang bertentangan dengan Pancasila menurut mereka yakni seruan berperang, memberontak, hingga menurunkan Presiden. 

Selain itu, disebutkan pula ada tindakan main hakim sendiri dan memaksakan kehendak orang lain.

Baca juga: Dua Terdakwa Kasus Unlawful Killing Bacakan Pleidoi Hari ini, Nota Pembelaannya 100 Halaman Lebih

"Seruan yang menimbulkan keresahan dan ketakutan masyarakat, serta tindakan-tindakan yang memaksakan kehendak dan 'main hakim sendiri' yang telah terjadi dimana mana," bebernya.

Atas hal itu, tim kuasa hukum lantas menyinggung soal Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tanggal 30 Desember 2020.

Hal itu berkaitan dengan penetapan berdirinya FPI sebagai Ormas terlarang.

"Pemerintah telah menyatakan FPI sebagai Ormas terlarang," ucap tim kuasa hukum.

Sesali Sikap Habib Rizieq Shihab

Tim kuasa hukum turut menyinggung sikap eks Pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab (MRS) yang dinilai tidak kooperatif.

Baca juga: Senasib dengan Briptu Fikri, Ipda Yusmin Juga Dituntut 6 Tahun Bui pada Perkara Unlawful Killing

Di mana Koordinator Kuasa Hukum terdakwa Henry Yosodiningrat mengatakan, kalau peristiwa ini tidak akan terjadi jika Rizieq Shihab bersikap kooperatif dan hadir memenuhi panggilan kepolisian. 

Adapun panggilan yang dimaksud yakni, perihal pelanggaran protokol kesehatan (prokes) saat kehadiran Rizieq Shihab dari Mekah. Kala itu simpatisan FPI menghadiri kedatangan Rizieq sehingga timbul pelanggaran prokes.

Lebih lanjut, kata Henry, insiden yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI itu juga tidak akan terjadi jika tidak ada perintah untuk mengepung dan memutihkan gedung Mapolda Metro Jaya.

"Tak lama kemudian Polda Metro Jaya mendapat informasi dari masyarakat dan dari media sosial bahwa massa pendukung Moh. Rizieq Shihab pada hari Senin tanggal 7 Desember 2020 akan 'memutihkan' menggeruduk atau mengepung gedung Polda Metro Jaya dan akan melakukan Aksi Anarkis," kata Henry dalam persidangan yang hadir secara virtual.

Atas informasi itu, Fikri, Yusmin, dan beberapa anggota polisi lainnya mendapat tugas untuk melakukan pemantauan atau surveilans.

Penugasan pemantauan itu juga merujuk pada perintah berdasarkan Surat Perintah Penyilidan (Sprindik) dan Surat Tugas dari Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya.

"Untuk melakukan pemantauan terkait dengan informasi akan adanya Gerakan Anggota FPI untuk mengepung Polda Metro Jaya serta adanya upaya melakukan tindakan anarkis," ucap Henry.

Namun, ketika sedang menjalankan tugas, lanjut Henry, para anggota kepolisian mendapatkan serangan oleh Laksar FPI. 

Bahkan, dalam pleidoinya Henry menyatakan, adanya perebutan senjata api dan penyerangan di dalam mobil oleh anggota Laskar FPI saat menuju Polda Metro Jaya.

"Tentunya semua pihak sangat menyesali adanya peristiwa ini, kalau saja saudara Moh. Rizieq Shihab alias Habib Rizieq Shihab bersifat kooperatif dalam rangka memenuhi panggilan dari Penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi atas kasus protokol Kesehatan, dan tidak memprovokasi pengikutnya untuk mengepung dan memutihkan Polda Metro Jaya dengan melakukan tindakan anarkis, dan kalau saja anggota Laskar FPI tidak mencekik dan tidak memukul serta tidak merebut senjata milik Terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, maka dapat dipastikan bahwa peristiwa ini tidak terjadi," ucap Henry.

Keseluruhan keterangan tersebut juga sebagaimana tertuang dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada perkara ini.

Dua terdakwa dituntut 6 tahun penjara

Diketahui dalam perkara ini, kedua terdakwa, baik Briptu Fikri Ramadhan maupun IPDA M. Yusmin Ohorella dituntut 6 tahun penjara.

Adapun amar tuntutan itu dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang virtual yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/2/2022).

Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer jaksa.

Baca juga: GP Ansor Berharap Perkara Unlawful Killing 6 Anggota eks Laskar FPI Hasilkan Hukum yang Adil

"Menuntut agar Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili perkara ini untuk menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan," kata jaksa dalam amar tuntutannya, Senin (22/2/2022).

Dalam tuntutannya, jaksa juga menyatakan terdakwa sebagai anggota kepolisian telah abai terhadap penggunaan senjata api yang menimbulkan orang meninggal dunia.

Jaksa menyebut, peristiwa itu bahkan dilakukan secara bersama-sama.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," kata Jaksa.

Atas tuntutan ini, kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan akan melayangkan nota pembelaan alias pleidoi yang akan disampaikan pada Jumat (25/2/2022).

Sebagai informasi, dalam perkara ini para terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.

Baca juga: Sidang Lanjutan Unlawful Killing Anggota Eks Laskar FPI, Jaksa Hadirkan 6 Ahli dari RS Polri

Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini