Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kompolnas menilai koordinasi antara Polri dan Jaksa buruk mengenai kasus Nurhayati, seorang wanita yang ditetapkan sebagai tersangka seusai melaporkan kasus dugaan korupsi.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menilai bahwa penetapan tersangka Nurhayati bisa menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Khususnya bagi warga yang ingin melaporkan dugaan kasus korupsi.
"Nurhayati dapat dikategorikan sebagai pelapor. Meski tidak sebagai pelapor ke polisi, tetapi yang bersangkutan lapor melalui jalur desa ke BPD. Sehingga akan menjadi preseden buruk jika pelapor kemudian dijadikan tersangka. Kami menganggap komunikasi dan koordinasi Penyidik dan Jaksa Peneliti berkas perkara kurang bagus," ujar Poengky saat dikonfirmasi, Senin (28/2/2022).
Kompolnas, kata Poengky, mengapresiasi Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto yang akhirnya turun tangan dalam kasus tersebut.
Baca juga: Polri Diminta Tindak Tegas Anggota yang Tetapkan Nurhayati, Pelapor Kasus Korupsi Jadi Tersangka
Hasilnya, Polri sepakat akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Penyidik diharapkan dapat berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum memutuskan kasus ini. Kami berharap kasus Nurhayati segera di-SP3 untuk keadilan dan perlindungan terhadap pelapor kasus korupsi," jelas Poengky.
Lebih lanjut, Poengky menambahkan kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi Polri untuk lebih profesional dalam berkoordinasi dengan Jaksa.
Sehingga ke depannya, tak ada kasus Nurhayati lainnya yang mengalami hal serupa.
"Terkait apakah ada pelanggaran prosedur, kami lebih melihat masalahnya pada koordinasi dan komunikasi penyidik dengan jaksa peneliti berkas perkara. Oleh karena itu kasus Nurhayati ini harus dijadikan momentum untuk memperbaiki dan meningkatkan koordinasi penanganan kasus agar lebih profesional," kata dia.