TRIBUNNEWS.COM - Simak sejarah, tradisi, dan makna perayaan Hari Raya Nyepi.
Hari Raya Nyepi tahun ini jatuh pada 3 Maret 2022.
Nyepi adalah hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka.
Dikutip dari Indonesia Baik, Tahun Baru Saka memiliki makna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional.
Setiap tahunnya, umat Hindu merayakan pergantian Tahun Saka yang dilakukan dengan cara Nyepi selama 24 jam.
Hari Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup.
Untuk itu, umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.
Baca juga: 15 Link Twibbon Hari Raya Nyepi 2022, Dilengkapi Cara Membuat dan Share ke Medsos
Baca juga: Apa Itu Nyepi? Kapan Nyepi Tahun 2022 Dirayakan? Simak Penjelasan dan Sejarah Nyepi Berikut Ini
Sejarah Hari Raya Nyepi
Pertikaian antar Suku
Dikutip dari bobo.grid.id, pertikaian antar suku-suku bangsa, seperti Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana, dan Malaya berlangsung silih berganti.
Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama pada saat itu.
Setelah pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I.
Raja Kaniskha I dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka pada tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi.
Pergantian Tahun Saka
Kemenangan suku Saka menjadi awal peringatan pergantian tahun Saka. Hal ini dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.
Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka.
Tahun Saka memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa.
Hal ini juga bersamaan dengan bulan Maret tahun Masehi dan Sasih Kesanga dalam tahun Jawa dan Bali di Indonesia.
Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan beragama di India ditata ulang.
Hari Kebangkitan
Peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian, sekaligus hari kerukunan nasional.
Keberhasilan ini disebar-luaskan ke seluruh daratan India dan Asia lainnya, bahkan sampai ke Indonesia.
Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di Desa Waru Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 456 Masehi.
Kala itu, pengaruh Hindu di Nusantara telah berumur 4,5 abad.
Di sanalah disebarkan Tahun Baru Saka ini.
Di Indonesia, pergantian Tahun Baru Saka itu kemudian diperingati sebagai Hari Raya Nyepi.
Tradisi Hari Raya Nyepi
Selama Nyepi, umat Hindu melakukan rangkaian acara yang terdiri dari:
a. Tawur
Tawur memiliki arti dalam bahasa Jawa sama dengan saur, dalam bahasa Indonesia berarti melunasi utang.
Di setiap catus pata (perempatan) desa atau pemukiman mengandung lambang untuk menjaga keseimbangan.
b. Upacara Melasti
Biasanya dilakukan selambat-lambatnya pada Tilem Sore.
Inti dari acara ini adalah menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
Kegiatan ini dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan, dan segara.
c. Amati Geni
Ada empat berata pantangan yang wajib diikuti pada saat hari raya Nyepi, salah satunya adalah Amati Geni yang berarti berpantang menyalakan api.
d. Ngembak Geni
Mulai dengan aktivitas baru yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas.
Yadnya dilaksanakan karena kita ingin mencapai kebenaran.
e. Menghaturkan bhakti atau pemujaan
Kegiatan ini dilakukan di balai agung atau pura desa di setiap desa pakraman, setelah kembali dari mekiyis
Makna Perayaan Hari Raya Nyepi
Makna dan pelaksanaan Hari Raya Nyepi sangat relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang.
Mengutip bulelengkab.go.id, makna dan pelaksanaan Hari Raya Nyepi mengandung arti dan makna yang sangat relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang.
Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang.
Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan.
Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia.
Pengertian ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar.
Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana.
Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas.
Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang.
Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi ke-seimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan sebagai makna dan pelaksanaan Hari Raya Nyepi dalam merayakan pergantian Tahun Saka.
Baca juga: Rangkaian Hari Raya Nyepi dan Maknanya, Upacara Melasti, Tawur hingga Ngembak Geni
Baca juga: Sejarah dan Tujuan Nyepi, Lengkap dengan Penjelasan Singkat tentang Rangkaian Acara Nyepi
Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Umat Hindu dalam zaman modern sekarang ini adalah seperti berenang di lautan perbedaan.
Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat.
Pada zaman modern ini persamaan dan perbedaan tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif.
Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat.
Brata penyepian adalah untuk umat yang telah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya.
Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.
(Tribunnews.com/Yurika)(bobo.grid.id/Putri Puspita)