Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar.
Tujuannya sama, yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Puncak Acara Nyepi
Keesokan harinya, yaitu pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya.
Pada hari Nyepi, suasana sekitar seperti mati, karena tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa.
Pada hari ini, umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" atau Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan).
Selain itu, bagi yang mampu, juga melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
Demikianlah pelaksanaan Nyepi, sehingga umat Hindu dapat memulai suatu halaman baru yang putih bersih.
Setiap orang yang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan Paramatma (Tuhan)), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).
Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.
Baca juga: Perayaan Nyepi, Pelabuhan Penyeberangan Akan Ditutup Sementara, ATM dan Data Seluler Dinonaktifkan
Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni, yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X).
Pada hari Ngembak Geni, perayaan Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari kedua.
Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih.