TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membongkar penemuan adanya dugaan keterlibatan oknum anggota TNI dan Polri dalam kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, menjelaskan bahwa pihaknya telah mendapatkan informasi terkait jumlah, nama dan pangkat oknum yang terlibat.
Keterlibatannya oknum tersebut berupa tindakan kekerasan dan penyiksaan yang dilakukannya kepada para tahanan.
Selain itu, ada dugaan oknum tersebut menjadi inisiator penahanan pelaku kriminal untuk menjadi pengghuni kerangkeng.
"Ada temuan soal pengetahuan dan keterlibatan oknum anggota TNI dan Polri."
"Jadi kita mendapatkan keterangan ada beberapa oknum anggota TNI dan Polri terlibat dalam proses kerangkeng tersebut."
"Kami mengetahui jumlah dan nama masing-masing dan informasi penunjang lainnya termasuk pangkat dan sebagainya. terdapat tindakan kekerasan penyiksaan atau yang merendahkan martabat oleh oknum-oknum tersebut."
"Yang berikutnya adalah terhadap oknum kepolisian yang menyarankan pelaku kriminal untuk menjadi pengghuni kerangkeng," jelas Anam dikutip dari tayangan Kompas Tv, Jumat (4/3/2022).
Baca juga: LPSK Kantongi 5 Nama Oknum Anggota TNI Diduga Terlibat, Jadi Pasukan Bayaran Bupati Langkat Nonaktif
Baca juga: Danpuspomad Perintahkan Jajaran Selidiki Oknum TNI AD Diduga Terlibat Kasus Kerangkeng Langkat
Sebagai tindak lanjut dari laporan jumlah korban, Komnas HAM juga menemukan sebanyak enam tahanan dikabarkan meninggal dunia di dalam rutan.
"Jadi korban kematian Kami mendapatkan informasi di awal itu ya ada tiga korban yang meninggal."
"Sejak awal juga kami sebutkan, kami bersepakat dengan temen-temen Polda mengatakan (jumlah korban) lebih dari satu (orang)."
"Setelah itu kami berproses sendiri sampai dua minggu yang lalu, kami mendapatkan informasi bahwa jumlah korban itu nambah 3 lagi, jadi total ada 6 korban meninggal dunia di sana (kerangkeng manusia).
Mengenai faktor penyebab kematian, hingga saat ini pihak kepolisian masih terus melakukan pendalaman.
5 Anggota Masih Aktif
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan ada 5 anggota TNI masih aktif yang terlibat kasus kerangkeng manusia ini.
Mereka dikabarkan menjadi pasukan bayaran Bupati Langkat.
Baca juga: Komnas HAM Minta Polisi Dalami Info Anak SMA Huni Kerangkeng Bupati Langkat Karena Sering Bolos
Tugas mereka adalah diindikasi dengan menganiaya tahanan, dan menjadi pengawas di kerangkeng manusia tersebut.
Kendati demikian, LPSK tidak merinci nama dan kesatuan ke 5 anggota TNI aktif tersebut.
"Ada 5 anggota TNI yang terlibat dalam kerangkeng manusia," kata Partogi, Kamis (3/3/2022).
Fakta lain yang dibongkar Komnas HAM yakni ternyata selama ini Bupati Langkat telah mengondisikan masyarakat setempat agar kegiatan kerangkeng manusia di kediamannya ini dinilai legal dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Yakni dengan bantuan ormas dan anggotanya.
Penghuni yang Masih SMA
Mengutip Tribunnews.com, terkait dengan adanya informasi anak SMA yang menjadi tahanan di kerangkeng tersebut, Anam meminta kepolisian untuk mendalaminya.
Dikabarkan Anam, pihaknya mendapatkan informasi sebanyak dua anak yang masih duduk di bangku SMA itu masih berusia sekira 16 atau 17 tahun.
Baca juga: Keluarga Hingga Oknum TNI-Polri Diduga Lakukan Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat Non Aktif
Mereka, kata Anam, juga diminta menjadi pekerja di pabrik.
"Salah satunya (alasan) masuk karena sering bolos sekolah."
"Ada yang juga masuk gara-gara geber gas (kendaraan bermotor) ketika berpapasan dengan saudara TRP (Terbit Rencana Peranginangin) jadi langsung dimasukan ke kerangkeng tersebut," kata Anam.
"Kami mendapatkan informasi itu anaknya ada dua kurang lebih, apakah sama atau satu orang, kami belum sempat mendalami karena ini memang di proses terakhir."
"Dan nanti secara spesifik kami akan rekomendasikan kepada pihak kepolisian untuk mendalami," kata Anam Rabu (2/3/2022).
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Dewi Agustina/Gita Irawan)