TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumah Demokrasi punya cara yang unik menyikapi sebuah kebijakan politik.
Termasuk ketika ramai usul penundaan masa jabatan presiden atau penundaan Pemilu Presiden.
Rumah Demokrasi termasuk yang sejak awal menolak tegas niat elite politik menunda Pemilu 2024.
Perlawanan terhadap keinginan elite itu dituangkan lembaga yang dipimpin mantan Ketua Panwaslu Ramdansyah ini dalam bentuk lagu bergenre dangdut.
"Bersamaan dengan hari Musik Nasional 9 Maret, kami melahirkan lagu "Pemilu (tetap) 2024" dengan bahasa Indonesia dan Banyumasan," ujar Ramdansyah, Rabu (9/3/2022).
Ramdansyah mengatakan inti dari lagu itu adalah elit politik baik eksekutif maupun legislatif harus menjalankan pemilihan presiden sesuai aturan yang sudah ditetapkan.
Perlawanan narasi dengan menggunakan genre Dangdut menjadi pilihan karena disukai masyarakat dari berbagai kelas terutama kelas menengah ke bawah.
Musik dangdut menjadi musik kritis dan menjadi corong kepentingan rakyat.
Perlawanan narasi tunda Pemilu 2024 dengan musik Dangdut ini pernah dilakukan Raja Dangdut Rhoma Irama di era Orde Baru.
Baca juga: MK Buka Peluang Beri Legal Standing Ke Prinsipal Perorangan Dalam JR Terkait Presidential Threshold
"Raja Dangdut mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melawan Partai Golkar yang berkuasa saat itu. Dukungan Rhoma menyebabkan PPP mempermalukan partai berkuasa dengan kekalahan di DKI Jakarta," ujarnya.
Pada akhirnya perlawanan terhadap Golkar yang merupakan partai penguasa Orde Baru tidak hanya dilakukan oleh musisi Dangdut.
Di akhir jatuhnya rezim Orde Baru banyak komunitas musik yang menantang otoritarianisme.
"Musisi seperti Iwan Fals kerap menyanyikan lagu kritis terhadap pemerintah. Di Yogya ada musisi Rock yang tergabung dalam Komunitas Seni Yogyakarta di Maliboro, Yogyakarta menolak kekerasan yang muncul di belahan lain Indonesia"ujarnya.
Mantan Sekjen Partai Idaman ini juga mencontohkan perlawanan musisi terhadap otoritarianisme juga pernah dilakukan oleh John Lennon.