Edhy Prabowo memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum.
Baca juga: Reza Indragiri: Logika Hakim Kurangi Hukuman Edhy Prabowo dengan Alasan Kinerja Baik Sulit Dipahami
Maka dari itu, dia ditangkap dan divonis dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik.
"Lagi pun, majelis hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya," katanya.
"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi," lanjut Kurnia.
Kurnia juga bingung dengan pertimbangan majelis kasasi yang menyebut Edhy Prabowo telah memberi harapan kepada masyarakat.
Baca juga: Hukuman Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Dikorting Jadi 5 Tahun Penjara
"Sedangkan pada waktu yang sama, Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19," katanya.
Hukuman 5 tahun tersebut, ujar Kurnia, kemudian menjadi sangat janggal.
Sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang Edhy lakukan, mantan politikus Partai Gerindra itu juga melanggar sumpah jabatannya sendiri.
Kurnia menyebutkan bahwa salah dua ciri korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa adalah karena dampak viktimisasinya sangat luas dan merupakan perbuatan tercela serta dikutuk oleh masyarakat.
Baca juga: KPK Bidik Mantan Menteri Edhy Prabowo dalam Kasus Dugaan Pencucian Uang
"Tentu dengan dasar ini, masyarakat sangat mudah untuk melihat betapa absurdnya putusan kasasi MA terhadap Edhy," katanya.
Kurnia khawatir pemotongan hukuman oleh MA ini menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.
"Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujar Kurnia.
Reza Indragiri Soroti Logika Hakim