"Sepanjang saya melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang lebih 20 tahun saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini. Belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," tutur Edwin.
Pernyataan Edwin sebagai pimpinan LPSK yang menangani perlindungan korban berbagai kasus tindak pidana, mulai pidana umum hingga terorisme atas kejinya kasus Langkat bukan tanpa sebab.
LPSK menemukan ada serangkaian perbuatan merendahkan martabat seperti dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain, dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.
"Jadi kedua korban disuruh berhubungan (seks) dan direkam. Dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram. Sudah dikunyah lalu cabai itu dilumuri ke muka, kemudian dioles ke alat kelamin," lanjut dia.
Tak berhenti di situ, ada korban yang dipaksa menjilat kemaluan anjing, dipaksa melakukan lomba onani, makan nasi yang sudah diludahi, seluruh tindak biadab ini dilakukan sejumlah pelaku.
Dalam hal ini LPSK mendapati kerangkeng dikelola ibarat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), di mana Terbit merupakan Ketua, Wakilnya berinisial DW, belasan pembina, dua orang Kepala Lapas.
Keamanan, bahkan ada sejumlah korban yang tidak ubahnya berperan sebagai tahanan pendamping (Tamping) pada Lapas resmi dengan tugas membantu 'mengelola' kerangkeng.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Puspom TNI Juga Akan Dikerahkan Selidiki Kasus Kerangkeng Langkat
Tidak berhenti di penyiksaan fisik, Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan mengatakan tim LPSK menemukan kasus penistaan agama dialami para korban.
"Ada larangan melakukan Salat Jumat bagi (tahanan) Muslim dan Ibadah minggu bagi umat Kristiani. Kemudian larangan ibadah di hari besar. Menyuguhkan makanan haram bagi umat Muslim," kata Ramdan.
LPSK juga mendapati ada tindak pidana pembunuhan pada kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit yang dialami tahanan, tercatat pada tahun 2021 dengan inisial korban ASG.
Lalu pada tahun 2019 dengan korban berinisial YD, dua korban tersebut hanya contoh atas kasus kerangkeng manusia yang hingga penanganan kasusnya belum jelas karena belum ada tersangka.
Keterlibatan Oknum TNI dan Polri
Sementara, Edwin mengatakan, berdasar investigasi pihaknya kini tercatat ada tujuh oknum anggota TNI dan lima anggota Polri yang terlibat dalam kasus kerangkeng tersebut.
Edwin memaparkan jelas peran para oknum aparat itu termasuk yang berpangkat perwira.