TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja ditargetkan rampung menjadi Keputusan Menaker pada tahun 2022 ini.
Hal ini disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di International Women’s Day atau Hari Perempuan Sedunia 2022, Rabu (9/3/2022).
Dalam pernyataannya, Ida mengatakan pihaknya telah memiliki Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, yang akan segera diselesaikan menjadi Keputusan Menaker pada tahun 2022 ini.
Baca juga: Kemnaker: Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan Meningkat di Masa Pandemi
Baca juga: KPK: Ada Bagi-bagi Lahan Kavling di IKN Nusantara
“Kita sedang proses (Kepmen-red) ini, sembari menunggu proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (PKS) di DPR," kata Menaker.
"Karena payung hukumnya, di samping KUHP, ada RUU TPKS dan dalam waktu dekat segara disahkan RUU TPKS, akan lebih baik Kepmen atau Permen berdasarkan UU TPKS," lanjutnya.
Hal lain dalam upaya mencegah kekerasan seksual di tempat kerja menurutnya yakni mengintegrasikan ke dalam Peraturan Perusahaan (PP)/Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di perusahaan.
Dalam integrasi yang mengatur pelecehan seksual ini, sekurang-kurangnya memuat perbuatan-perbuatan yang termasuk pelecehan seksual.
Ida mengatakan pelecehan seksual tidak dapat dimaafkan dan tidak dapat dibenarkan di dalam perusahaan dalam bentuk toleransi nol.
“Termasuk juga, kepastian bahwa semua orang yang menjadi korban pelecehan seksual di tempat kerja berhak untuk mengajukan keluh-kesah dan tindakan yang sesuai ketentuan di perusahaan," ujarnya.
Baca juga: Viral, Ibu Hamil di Bekasi Diadang 6 Begal, Diancam Celurit hingga Terjatuh Lalu Motor Dirampas
Baca juga: Bacok 3 Warga Depok, Keganasan Gangster T2CR Buat Kapolda Metro Geram, 8 Pelaku Tertangkap
Menaker menyebut sebagaimana regulasi UU Nomor UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ada tiga bentuk kebijakan pelindungan kepada pekerja perempuan sebagai bentuk adanya kehadiran pemerintah atau negara, yakni kebijakan perlindungan protektif, korektif, dan nondiskriminatif
Kebijakan protektif misalnya perlindungan fungsi reproduksi.
Dalam UU memberikan hak pemberian istirahat haid, pemberian istirahat sebelum dan setelah melahirkan, serta pemberian istirahat gugur kandung, pemberian kesempatan yang layak untuk menyusui bayi.
“Kebijakan lainnya, yakni larangan mempekerjakan pekerja/buruh perempuan yang sedang hamil pada pukul 23.00 hingga pukul 07.00. Perusahaan yang tak memberikan pelindungan protektif juga pasti akan mendapatkan sanksi," katanya.
Baca juga: Menteri PPPA: Angka Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Masih Memprihatinkan
Sedangkan kebijakan korektif diarahkan pada peningkatan kedudukan pekerja perempuan seperti pekerja/buruh perempuan yang menjalankan istirahat haid, cuti sebelum dan sesudah melahirkan, istirahat gugur kandung berhak mendapatkan upah penuh, pekerja/buruh perempuan yang menjalankan istirahat haid, serta cuti sebelum dan sesudah melahirkan tidak boleh di PHK.
Ketiga, kebijakan nondiskriminatif yang diarahkan pada kesetaraan hak dan kewajiban.
Misalnya setiap tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan setiap pekerja/buruh baik laki-laki maupun perempuan berhak memperoleh perlakuan yang sama dari pengusaha.
"Dalam beberapa kasus banyak perusahaan yang melakukan diskriminasi terhadap perempuan," ujarnya.