TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengurangi masa hukuman penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang awalnya 9 tahun menjadi 5.
Atas dasar itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyinggung ihwal seharusnya majelis hakim kasasi mempertimbangkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Kenyataannya, vonis yang dijatuhkan MA sama dengan tuntutan KPK sejak awal.
"Ternyata putusan rendah di MA sama dengan tuntutan KPK sejak awal yang menuntut 5 tahun penjara," cuit mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah di akun Twitternya, Kamis (10/3/2022).
Tuntutan terhadap terdakwa perkara suap terkait izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK pada Selasa (29/6/2021) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca juga: Hukuman Edhy Prabowo Dikorting, KPK Singgung Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa
Saat itu jaksa KPK menginginkan Edhy dihukum selama 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Edhy diyakini jaksa terbukti menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp25,7 miliar dari pengusaha eksportir benur.
"Menuntut agar majelis hakim dapat memutuskan, menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa 5 tahun dan pidana denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan," ucap Jaksa KPK Ronald Worotikan dalam persidangan.
Lantas hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis sesuai dengan tuntutan jaksa, yaitu 5 tahun penjara.
Di tingkat banding, kemudian Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Edhy menjadi 9 tahun penjara.
Dan seperti yang sudah diketahui, di tingkat kasasi, MA mengurangi 4 tahun vonis Edhy Prabowo dari Pengadilan Tinggi Jakarta itu.
Edhy Prabowo kembali dihukum 5 tahun penjara sesuai dengan tuntutan dan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.