TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan alasan pihaknya turut menggugat Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam gugatan itu, Novel yang dipecat dari KPK karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi pegawai ASN KPK menilai, adanya pembiaran perbuatan melawan hukum yang turut dilakukan Presiden Jokowi.
"Mengenai para pihak tentunya harus lengkap agar gugatan ini menjadi benar. Oleh karena itu gugatan juga disampaikan kepada pak Presiden," kata Novel saat ditemui awak media di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Cakung, Jakarta Timur, Kamis (10/3/2022).
Adapun hal itu didasari karena kata Novel, Presiden Jokowi merupakan pimpinan semua kepala lembaga, termasuk KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang memiliki kaitan dengan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Terkait dengan proses peralihan status pegawai itu, dinilai bertindak sewenang-wenang dalam menyingkirkan pegawai KPK.
Bahkan kata dia, kedua lembaga negara itu tidak menjalankan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ombudsman RI terkait adanya proses maladministrasi.
Baca juga: Gugat Jokowi, KPK dan BKN ke PTUN, Novel Baswedan: Jangan Biarkan Ada Perbuatan Melawan Hukum
"Pak Presiden adalah pimpinan dari semua kepala lembaga, jadi ketika ada pimpinan KPK merasa tidak punya atasan, ini juga bisa menjadi hal yang serius," ucap Novel.
Terlebih kata Novel, pernah ada suatu saat, salah satu pimpinan KPK pernah mengatakan kalau pimpinan KPK tidak memiliki atasan.
Dalam hal ini, yang bersangkutan kata Novel, menyebut kalau atasan pimpinan KPK adalah lampu dan langit-langit.
Atas hal itu gugatan tersebut dilayangkan sekaligus untuk membuktikan betul atau tidaknya, pernyataan kalau pimpinan KPK tidak memiliki atasan.
"Ini juga bisa menjadi hal yang serius yang bisa kita lihat bahkan di beberapa kesempatan pimpinan KPK merasa tidak punya atasan," beber Novel.
Tak hanya itu, Novel Baswedan menyatakan kalau gugatan yang dilayangkan pihaknya ini agar ke depan tidak ada pembiaran yang dilakukan oleh para petinggi negara dalam proses penerimaan aparatur sipil negara (ASN) di wilayah kerja KPK.
"Poin utamanya adalah perbuatan sewenang-wenang, perbuatan melawan hukum itu tak boleh dimaklumi, tak boleh dibiarkan," ungkap dia.
Dalam gugatan yang teregister dengan nomor 46/G/TF/2022/PTUN.JKT tersebut, eks penyidik senior KPK itu juga menyatakan ada upaya pelemahan dalam pemberantasan korupsi dari para pimpinan KPK.
Hal itu berdasar kata dia, sejak dirinya bersama 57 pegawai lainnya tersingkir dari lembaga antirasuah karena tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi ASN.
"Karena itu bukan sekadar masalah kesewenang-wenangan, pelanggaran hukum yg dilakukan pr pimpinan kpk ataupun dalam hal lainnya, ataupun kerugian yg kami alami begitu juga dg pelangaran HAM yang mereka lakukan."
"Tapi ada juga hal yg lebh penting yaitu upaya memberantas korupsi yang sedang dilemahkan dan ini menjadi masalah yang lebih serius. Karena itu gugtan penting untuk dilakukan," kata dia.
Novel yang kini sudah bekerja menjadi ASN Polri menyatakan kalau pimpinan KPK telah melakukan pelanggaran hukum dengan memberhentikan para pegawai KPK termasuk dirinya.
Padahal berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan atau temuan Ombudsman RI, terdapat maladministrasi dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN tersebut.
Tak hanya itu, dalam temuan lembaga lainnya yakni Komnas HAM, bahwa dalam proses alih status menjadi ASN itu juga ada 11 poin dugaan pelanggaran HAm yang terjadi.
Namun kata dia, hal tersebut malah dibiarkan atau belum pernah dilakukan tindakan oleh pimpinan KPK.
"Dan itu dilakukan dengan terang dengan nyata dan saya pikir kalau hal seperti ini dibiarkan dampaknya bukan hanya terhadap kami tapi ke depan akan bisa membuat terusakan yang lebih besar lagi," tukas Novel.