TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan, satu hal penting yang harus dicermati dari adanya transaksi investasi ilegal yakni aliran dana hingga ke luar negeri.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana memastikan, terdapat aliran dana baik itu dari Indonesia ke luar negeri maupun sebaliknya.
"Banyak pertanyaan, apakah dari masing-masing pihak ada dana mengalir atau berasal dari luar negeri? Ya, kita menemukan ada beberapa transaksi terkait luar negeri, ada dari luar negeri ke Indonesia dan dari Indonesia ke luar negeri," ujarnya saat konferensi pers di kantornya, Kamis (10/3/2022).
Lebih lanjut, Ivan mengungkapkan, aliran dana transaksi investasi ilegal ke luar negeri tersebut menyasar sampai empat negara.
"Luar negerinya ada Singapura, Australia, Amerika, dan juga China," katanya.
Sementara dari sisi teknis, kecenderungan investasi ilegal dilakukan secara menipu, dengan bungkus menarik, sehingga publik tertarik mendapatkan keuntungan dalam waktu cepat atau instant.
"Di balik tawaran luar biasa instant, kemudahan proses, narasi pamer kekayaan ini ada unsur kuat penipuan. Mengambil uang sebanyak mungkin dari masyarakat, dengan metode perdagangan transaksi, sehingga pada saat publik alami kerugian bisa dianggap kerugian transaksi," kata Ivan.
Ivan juga melihat ada aktivitas pembelian barang-barang mewah dari praktik transaksi investasi ilegal.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, para pihak yang memperdagangkan barang mewah tersebut dinyatakan sebagai pelapor, sehingga memiliki kewajiban lapor kepada PPATK.
Baca juga: Bareskrim Perkirakan Nilai Aset Indra Kenz yang Telah Disita Capai Ratusan Milliar
"Namun, berdasarkan temuan PPATK berdasarkan eksplorasi database, sampai sejauh ini belum menemukan laporan dari penyedia barang dan jasa tadi," ujarnya.
Dalam konteks itu PPATK terus berkoordinasi dengan Bareskrim, untuk mengungkap kemungkinan ada keterlibatan pihak-pihak tadi dalam rangkaian upaya pencucian uang.
"Ini (upaya pencucian uang), kita terus eksplorasi lebih jauh," pungkas Ivan.
PPATK lanjut Ivan juga telah menerima 375 laporan terkait adanya transaksi investasi ilegal.
Ivan mengatakan, transaksi ilegal tersebut melibatkan peran afiliator dan profesi sejenis yang mempromosikan bisnis digital.
"PPATK menerima 375 laporan transaksi, jumlah transaksi terkait investasi ilegal dari pihak-pihak afiliator dan sebagainya itu Rp 8,26 triliun. Jadi, transaksi yang kita pantau sementara hingga hari ini sejumlah Rp 8,26 triliun," ujarnya.
Ivan menjelaskan, pihaknya selalu mengawasi perkembangan dan penanganan investasi ilegal, bekerjasama dengan Polri.
"Kerja sama dengan Polri, khususnya Bareskrim secara detil sangat intensif," katanya.
Selanjutnya, dia menambahkan, berdasarkan perkembangan dari hari ke hari, semakin banyak temuan transaksi ilegal baru atau pihak-pihak baru yang terlibat.
"Ini terus kami perdalam. Saat ini, PPATK sudah melakukan penghentian transaksi terkait dengan 121 rekening, itu jumlahnya sudah mencapai Rp 353 miliar lebih," pungkas Ivan.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyampaikan pihaknya sudah menyita aset milik tersangka kasus investasi bodong dengan total mencapai Rp 1,5 triliun.
Agus menuturkan penyitaan tersebut sebagai penindakan terhadap pelaku investasi bodong yang belakangan meresahkan masyarakat.
Adapun aset-aset yang disita diduga berasal dari tindak pidana.
"Kalau tidak salah sudah lebih dari Rp 1,5 triliun yang sudah kita sita, nanti berkembang karena kerja sama kita yang baik dengan PPATK," ujar Agus.
Kendati begitu, Agus tidak menjelaskan lebih lanjut terkait identitas tersangka yang disita asetnya dalam kasus investasi bodong tersebut.
Dia hanya meminta masyarakat untuk waspada dan tak mudah tergiur dengan modus investasi.
"Mohon kepada masyarakat agar terhindar dari praktik investasi ilegal tersebut. Kami dari jajaran Kepolisian mengimbau masyarakat berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan penawaran investasi yang menjanjikan keuntungan sangat tinggi," jelas Agus.
Agus menjelaskan, saat ini banyak kasus-kasus investasi ilegal yang ditangani pihak kepolisian dalam beberapa waktu terakhir.
Fenomena tersebut marak terjadi di tengah masyarakat.
Karena itu, kata Agus, masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan penawaran keuntungan yang dijanjikan investasi bodong.
Termasuk, perusahaan invetasi harus memiliki izin dalam menggelar kegiatan usahanya.
Baca juga: Doni Salmanan Ajukan Penangguhan Penahanan, Alasannya Ada Kerjaan yang Mesti Diselesaikan
"Semakin tinggi keuntungan yang dijanjikan sangat berpotensi terjadinya penipuan. Pihak yang menawarkan investasi
harus memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan," ujarnya.
Kabareskrim juga meminta kepada korban kasus dugaan penipuan berkedok trading binary option Indra Kenz dan Doni Salmanan guna membentuk paguyuban untuk menjadi wadah yang bakal mengakomodir kerugian mereka dalam kasus tersebut.
"Kepada para korban kami sarankan membentuk paguyuban bersama jadi jangan mengurus sendiri kemudian tunjuk siapa kuasa hukumnya, dan menginventarisir investasi yang mereka sudah lakukan," ujar Agus.
Agus menuturkan paguyuban itu nantinya diminta mendata kerugian dan mengajukan ke pengadilan agar kerugiannya bisa dikembalikan.
"Kemudian secara bersama-sama nanti mengajukan kepada pengadilan agar seluruh aset sitaan nanti akan dikembalikan kepada paguyuban yang dibentuk korban-korban investasi bodong ini," jelas Agus.
"Kemudian putusan pengadilan akan diberikan dan diputuskan nanti. Apakah uang itu akan diberikan kemana, nanti kalau tidak disita oleh negara," sambung Agus.
Lebih lanjut, Agus mengharapkan paguyuban itu bisa menjadi solusi soal proses pengembalian dana korban Indra Kenz dan Doni Salmanan.
"Jadi saya imbau bentuk paguyuban, kemudian diinventarisir asetnya. Jangan sampai ada yang kelewatan. Karena sampai kalau sudah terbagi dan masih ada korban yang belum kebagian kan bisa menjadi masalah belakangan," pungkasnya.
Terpisah, Perencana Keuangan Ahmad Gozali mengatakan, perkembangan aplikasi trading di era digital semakin beragam, mulai dari kripto hingga valas.
Menurut dia, aplikasi trading seharusnya menguntungkan masyarakat, karena bisa mendapat akses yang mudah untuk
berinvestasi.
"Namun dengan adanya penipuan dan aplikasi ilegal, hal ini dikhawatirkan membuat masyarakat jadi takut atau mengurangi minat berinvestasi," ujarnya.
Sementara itu, dia menilai otoritas resmi untuk tempat investasi misalnya Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak bisa semasif afiliator dalam menjanjikan keuntungan.
"Justru yang resmi-resmi itu tidak bisa jor-joran karena dibatasi regulasi. Tidak boleh iklan sembarangan, tidak boleh menjanjikan hasil pasti, dan lainnya," kata Ahmad.
Dari sisi konsumen, lanjut dia, masyarakat yang kurang literasi malah lebih tertarik terhadap promosi dari afiliator untuk menggunakan aplikasi trading ilegal.
"Mereka bebas ngomong apa saja, termasuk memberikan janji palsu. Regulator memang perlu membuat kampanye yang lebih diterima masyarakat, memperkuat literasi dan edukasi, agar masyarakat tidak mudah tergiur tawaran aplikasi ilegal," pungkasnya.(Tribun Network/igm/van/wly)