News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Batal Nikah Karena Beda Agama, Pasangan Ini Gugat UU Perkawinan ke MK

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana sidang pengujian undang-undang tentang perkawinan dengan nomor perkara 24/PUU-XX/2022 di Mahkamah Konstitusi pada Rabu (16/3/2022).

Ia mengungkapkan, salah satu alasan dari permohonan tersebut yakni sebagai negara yang berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa negara juga semestinya dapat nemisahkan sebagaimana dimaksud permasalahan agama dan negara.

Intervensi negara dalam urusan keagamaan, lanjut dia, hanyalah sebatas lingkup administrasi yang berkaitan dengan fasilitas, sarana, dan pra sarana dan bukan pada materi atau substansi agama tersebut.

Mengutip pernyataan Ir Soekarno, ia mengatakan, agama merupakan urusan spiritual dan pribadi sehigga hendaknya menjadi tanggung jawab pribadi dan bukan negara atau pemerintah.

Ia mengatakan ketentuan pada pasal 2 ayat 1 khususnya frasa "hukum masing-masing agama dan kepercayaan", menimbulkan adanya multitafsir.

Tafsir pertama yakni perkawinan beda agama diperkenankan sepanjang mengikuti tata cara yang diatur salah satu hukum agama atau kepercayaan yang dianut oleh masing-masing calon pasangan atau melaksanakan perkawinan menurut kedua hukum agama atau kepercayaan yang dianut calon pasangan.

"Tafsiran kedua yakni perkawinan dilangsungkan harus dengan yang memiliki agama atau kepercayaan yang sama," kata Tari.

Kuasa hukum Ramos, Dixon Sanjaya, membacakan empat petitum yang dimohonkan kliennya.

Pertama, menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Kedua, menyatakan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak lagi relevan dalam mengakomodir kebutuhan penegakan hak asasi manusia masyarakat Indonesia seperti yang diamanahkan dalam UUD 1945 khususnya dalam hal kemerdekaan untuk memeluk agama, adanya jaminan terhadap kepastian hukum, kesetaraan dan kesamaan kedudukan di mata hukum dan pemerintahan, serta kewenangan individu untuk membentuk keluarga dan memiliki keturunan melalui perkawinan yang sah.

Ketiga, menyatakan pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak dapat dan tidak memiliki pengaturan beda agama sehingga perlu menambahkan pengaturan sebagai berikut:

Pasal 2 ayat 1: perkawinan adalah sah apabila dilakukan berdasarkan pada kehendak bebas para mempelai dan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Pasal 2 ayat 2: perkawinan dengan berbeda agama dan kepercayaannya dapat dilakukan dengan memilih salah satu metode pelaksanaan berdasarkan pada kehendak bebas para mempelai dengan pengukuhan kembali di muka pengadilan.

Pasal 2 ayat 3: tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Keempat, memerintahkan pemuatan isi putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono," kata Dixon.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini