TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama akan terus melakukan terus mengalami perbaikan dalam sertifikasi halal.
Lembaga ini juga akan mengintegrasikan dan literasi digital bagi pelaku usaha membuat pengurusan sertifikat halal semakin mudah.
"Pelayanan sertifikasi halal kita ini sudah mulai berbasis elektronik digitalisasi bahkan terintegrasi dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)," kata Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham saat wawancara eksklusif dengan Tribun Network, Selasa (15/3).
Menurutnya, BPJPH semakin mengoptimalkan pelayanan di website dan mobile apps sehingga pelaku usaha bisa dengan mudah melakukan sertifikasi produk.
Selengkapnya wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham:
Sejak kapan BPJPH mengambill alih peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menerbitkan sertifikasi halal?
Saya harus klarifikasi bahwa BPJPH tidak mengambil alih tetapi pemerintah menerbitkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.Namun bukan berarti BPJPH langsung ada pada saat itu, tiga tahun setelahnya BPJPH baru terbentuk di bawah Kementerian Agama.
Barulah di tahun 2019, BPJPH resmi diberi mandat untuk melakukan sertifikasi halal secara total. Di dalam proses sertifikasi BPJPH pun tidak sendiri.
BPJPH bersama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca juga: Kepala BPJPH: Logo Halal yang Baru Kombinasi Antara Nilai Budaya Indonesia dan Keislaman
Ketiga aktor ini memiliki wilayah garapan masing-masing yang tidak bisa tumpang tindih. BPJPH wilayah administratif, LPH wilayah saintifik dan kajian para ahli, serta MUI menjalankan fungsi keagamaan.
Kerja BPJPH dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah PP Nomor 39 Tahun 2021 tanggal 02 Februari 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Apakah BPJPH ada di seluruh wilayah Indonesia?
Ya, BPJPH ini satuan kerja eselon satu Kementerian Agama. Di setiap daerah kita punya.Tetapi pelayanan sertifikasi halal kita ini sudah mulai berbasis elektronik digitalisasi bahkan terintegrasi dengan LPH. Kita juga mengoptimalkan pelayanan sertifikasi di website dan mobile apps sehingga pelaku usaha
bisa dengan mudah melakukan sertifikasi produk.
Target untuk keluarnya satu sertifikat halal untuk satu permohonan berapa lama?
Kalau sesuai ketentuan dengan adanya dengan UU Cipta Kerja memang sertifikat itu bisa keluar paling lama 21 hari kerja. Sebelumnya dalam UU JPH proses sertifikasi halal produk dalam negeri membutuhkan waktu selama 97 hari kerja dan sertifikasi halal produk luar negeri selama 117 hari kerja.
Supaya bisa cepat kita digitalisasi dan integrasi dengan target bisa menyelesaikan target 21 hari.Apakah di dalam praktek selalu konsisten atau ada pengecualian dalam suatu masalah sehingga bisa molor lebih dari 21 hari?
Sebelum integrasi sistem pelayanan terjadi memang banyak kasus yang melebihi 21 hari kerja. Ada yang sampai 60 hari dan 100 hari, itu terjadi karena pelayanannya masih manual. Namun setelah digitalisasi relatif lebih cepat meskipun masih juga ditemukan penyelesaian dari ketentuan waktu. Mungkin masih ada sinkronisasi serta pengembangan-pengembangan karena beberapa fitur belum sama.
Ada juga misalnya masalah salah input atau LPH harus mengembalikan produk ke pelaku usaha. Saya kira itu masalah teknis tapi sekarang sudah lebih baik setelah terjadi integrasi digitalisasi.
Bagaimana Anda menanggapi keluhan pelaku usaha yang menilai sertifikasi halal rumit dan berbelit-belit?
Memang masalah itu harus kita carikan solusinya. Solusi pertama mudah dan tentu lebih cepat. Walaupun kata mudah itu tidak mudah juga.Pelaku usaha mikro dan kecil misalnya sudah pegang handphone tetapi karena literasi digitalnya belum adaptif menginput data-data. Salah satunya memasukkan nomor induk usaha, lalu mencatat komposisi bahan secara detail. Ini mungkin menjadi kerumitan.
Kita nanti akan siapkan pendamping untuk solusi atas permasalahan tersebut. Di dalam literasi digital kami terus berproses baik dari pelaku usahanya maupun kami aktor-aktor sertifikasi halal.
Para pelaku usaha banyak juga mengeluhkan biaya sertifikasi halal mahal, bagaimana tanggapan Anda?
Terkait mahal, tahun 2019-2020 biaya sertifikasi halal 4 jutaan. Sejak Desember 2021 kita membuat kategorisasi usaha dengan golongan tarif.
Golong pertama adalah pelaku usaha mikro dan kecil dengan tarif sebesar Rp0 atau ditanggung pemerintah.Kalau tarif Rp3 juta bisa bobol uang negara, karena itu BPJPH mengeluarkan keputusan tarif sertifikasi produk usaha mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 12,5 juta. Saya kira bagi pelaku usaha besar tidak ada masalah soal tarif. Mereka relatif masih bisa mengcover biaya sertifikasi halal karena bisa menjadi nilai tambah sebuah produk bagi pasar domestik maupun
global. Mereka menganggap produk bersertifikasi halal menjadi reputasi usaha dan menganggap sebuah
culture dalam perdagangan bisnis. (Tribun Network/Reynas Abdila)