TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa dugaan tindak pidana kekerasan Irjen Napoloen Bonaparte, Ahmad Yani meminta agar perkara kliennya terhadap Muhammad Kece dapat diselesaikan secara keadilan restoratif atau restorative justice.
Atas hal itu, pihaknya meminta proses persidangan yang melibatkan kliennya itu dapat dihentikan.
Permintaan itu dilayangkan oleh Yani seraya menagih komitmen dari Jaksa Agung dan Kapolri dalam mengedepankan upaya penyelesaian hukum melalui mekanisme tersebut.
"Ada yang disebut restorative justice. Apakah yang ditandatangani pada 21 Juli oleh Jaksa Agung berlanjut tidak di Negara Indonesia. Begitu juga surat edaran yang dikeluarkan kapolri. Begitu juga janji kapolri pada fit and proper di komisi tiga," kata Yani dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2022).
Adapun permintaan itu, dilayangkan karena baik Muhammad Kece maupun Napoleon Bonaparte telah bersepakat untuk berdamai.
Hal itu dibuktikan oleh tim kuasa hukum dengan adanya tiga lembar surat pernyataan damai dan pencabutan laporan yang ditandatangani oleh keduanya memakai materai.
Bahkan mereka mengaku, telah menyurati Kapolri yang juga dialamatkan kepada Jaksa Agung.
"Sesungguhnya jauh persidangan ini belum dimulai pada waktu proses BAP kita juga sudah mengajukan surat kepada Kapolri yang juga tembusannya kepada Jaksa Agung dan sesungguhnya saya sudah baca berkas perkara ada tiga lembar surat pernyatan itu yang tidak dimasukkan rangkaian berkas perkara," katanya.
Atas hal itu, Yani meminta kepada majelis hakim agar surat pernyataan perdamaian yang berjumlah tiga lembar itu dapat dijadikan pertimbangan majelis hakim.
Terlebih kata Yani, perkara yang melibatkan kliennya ini sensitif dan dapat memicu kegaduhan serta masalah sosial.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Kedapatan Pakai Handphone Saat Sidang Secara Virtual dari Lapas Cipinang
"Seharusnya perkara ini tidak dibawa ke pengadilan. Tapi ini sudah dibawa ke pengadilan," katanya.
Minta Perkara Dihentikan
Tim kuasa hukum terdakwa perkara dugaan tindak kekerasan terhadap Muhammad Kece yakni Irjen Pol Napoleon Bonaparte terlibat perdebatan dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dalam sidang perdana yang digelar Kamis (17/3/2022).
Adapun perdebatan itu didasari karena tim kuasa hukum Napoleon Bonaparte memiliki bukti adanya pernyataan perdamaian antara M. Kece dengan mantan Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri itu.
Dalam protesnya, tim kuasa hukum Napoleon menyayangkan sikap jaksa penuntut umum (JPU) yang tetap membawa perkara ini hingga persidangan.
"Saya akan protes keras dengan jaksa dalam perspektif bukan soal waktu, tapi dari sisi adanya surat perdamaian antara pak jenderal Napoleon dengan M. Kece," kata kuasa hukum Napoleon, Eggi Sudjana dalam ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
"Kenapa ada sidang ini mereka sudah sepakat kok untuk berdamai," sambungnya.
Atas adanya protes tersebut, Eggi Sudjana lantas melayangkan pernyataan secara tegas kepada majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara kliennya itu.
Eggi meminta agar majelis hakim tidak melanjutkan proses persidangan yang menjerat Napoleon Bonaparte karena sebelumnya sudah ada surat perdamaian.
Terlihat di ruang sidang, sesekali Eggi menampilkan bentuk fisik dari surat perdamaian antara M. Kece dengan Napoleon Bonaparte.
"Oleh karena itu yang mulia, ini juga harus menganut kepada azas murah sederhana cepat, itu kita sepakati, lho kenapa yang gak perlu di sidang tapi di sidangkan?" ucap Eggi kepada majelis hakim.
Belum sampai menyikapi permintaan dari tim kuasa hukum Napoleon, ucapan dari hakim ketua Djuyamto langsung diputus kembali oleh Eggi Sudjana.
Bahkan baik Eggi Sudjana maupun ketua hakim Djuyamto sempat beradu argumen dalam persidangan, dengan keduanya mengungkapkan akan saling menghormati.
"Kami sangat menghormati ya, apa yang tadi saudara sampaikan, tentu majelis hakim harus memgambil sikap, ini belum berakhir, apa yang saudara perjuangkan masih proses, kita belum berakhir," kata Hakim Djuyamto.
"Logika hukumnya saya bantah begini, ini masih proses belum berakhir, bagaimana akhirnya kalau mengetahui prosesnya gak bener?" sahut Eggi Sudjana.
Guna mengantisipasi perdebatan makin memanas alhasil Hakim Djuyamto memutuskan untuk melakukan musyawarah di antara susunan majelis hakim.
"Untuk saudara penasihat hukum, majelis sudah berulang kali mengatakan menghormati pendapat saudara dan mari kita mengambil sikap," tukas Hakim Djuyamto.