TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Pendeta Saifuddin Ibrahim, sosok yang membuat gaduh setelah pernyataannya soal radikalisme dan usulan menghapus 300 ayat Alquran.
Pendeta Saifuddin Ibrahim menjadi sorotan setelah pernyataanya dalam sebuah akun YouTube yang dianggap melecehkan agama Islam.
Dalam video tersebut, Pendeta Saifuddin Ibrahim menyinggung soal masalah kurikulum pesantren dan mengaitkannya dengan radikalisme, serta meminta agar 300 ayat Alquran.
Profil Pendeta Saifuddin Ibrahim
Lantas, siapakah Pendeta Saifuddin Ibrahim?
Dikutip dari akun YouTubenya, Saifuddin Ibrahim lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 26 Oktober 1965.
Baca juga: Kemenag Pastikan Menteri Agama Tidak Pernah Bertemu Pendeta Saifuddin Ibrahim
Ia memiliki nama lain Abraham Ben Moses.
Saifuddin Ibrahim lahir di keluarga muslim hingga akhirnya pindah keyakinan.
Ayahnya berprofesi sebagai guru.
Setelah lulus dari SMA di Bima, Saifuddin melanjutkan kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Ia mengambil jurusan Perbandingan Agama.
Selepas dari UMS, Saifuddin Ibrahim mengajar di Pesantren Darul Arqom Sawangan Depok, Jawa Barat.
Lalu pada 1999 ia mengajar di NII Al Zaytun Panji Gumilang di Indramayu.
Pada 5 Desember 2017, ia ditangkap dan didakwa atas ujaran kebenciaan karena menghina Nabi Muhammad SAW.
Dikutip dari TribunMedan, saat itu ia divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Kemenag tegaskan Menteri Yaqut tak kenal dengan Pendeta Saifuddin Ibrahim
Sementara itu, Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Thobib Al Asyhar memastikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak mengenal Pendeta Saifuddin Ibrahim.
Dalam sebuah video, Pendeta Saifuddin mengatakan berulang kali sejumlah hal terkait situasi kehidupan keagamaan di Indonesia kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pendeta Saifuddin dalam videonya menyinggung masalah kurikulum pesantren dan mengaitkannya dengan radikalisme, serta usulan menghapus 300 ayat Alquran.
“Gus Menteri tidak kenal dengan Pendeta Saifuddin Ibrahim," ujar Thobib melalui keterangan tertulis, Rabu (16/3/2022).
Baca juga: Kemenag Rilis Biaya Sertifikasi Halal di Indonesia, Ini Rinciannya
Menurut Thobib, selama ini tidak pernah ada pertemuan resmi antara Gus Menteri dengan Pendeta Saifuddin.
Dia juga tidak menemukan dalam buku catatan tamu terkait agenda pertemuan Menag dengan Pendeta Saifuddin.
"Gus Menteri tidak pernah mendengar apa yang diklaim Pendeta Saifuddin berulangkali dikatakan ke Menag," ucap Thobib.
Thobib menyayangkan pernyataan dari Pendeta Saifuddin.
Dirinya menilai yang disampaikan Pendeta Saifuddin terkait pesantren dan ayat Alquran adalah hal yang salah.
"Tidak pada tempatnya Pendeta Saifuddin mengklaim pesantren melahirkan kaum radikal. Dia lupa bahwa Gus Menteri terlahir dari lingkungan pesantren dan juga keluarganya memiliki pesantren," kata Thobib.
Menurut Thobib, Yaqut tidak setuju dengan pernyataan Pendeta Saifuddin tersebut.
Selama ini, Thobib mengatakan Yaqut selalu memprioritaskan kebijakan mengenai pesantren.
"Tentu Menag tidak setuju dengan pernyataan Pendeta Saifuddin. Gus Menteri bahkan menjadikan kemandirian pesantren sebagai salah satu program prioritasnya,” jelas Thobib.
Selain itu, Thobib juga menilai pernyataan Pendeta Saifuddin tentang ayat-ayat Alquran adalah salah.
Alquran, kata Thobib, adalah kitab suci yang diyakini sempurna oleh umat Islam.
Thobib menilai tidak pada tempatnya tokoh agama mengeluarkan statement terkait kitab suci umat lain, apalagi dengan cara yang bisa menyinggung.
Baca juga: Kemenag Jawab Anggapan Jawa Sentris pada Logo Halal Baru, Sebut Sudah Lalui Riset dan Libatkan Ahli
Yaqut, kata Thobib, selama ini terus mengajak tokoh agama untuk tidak menyampaikan pendapat, apalagi di muka umum, yang bukan menjadi kompetensinya.
Para tokoh agama, termasuk Pendeta Saifuddin, menurut Thobib, semestinya lebih mengedepankan usaha untuk merajut kerukunan.
(Tribunnews.com/Daryono, Fahdi Fahlevi) (TribunMedan)