Jenderal Mayor Nasution maupun aparat pemerintah menolak Ultimatum karena dianggap sangat mustahil jika harus memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.
Mereka pun akhirnya menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.
Pihak Sekutu terus menyebarkan pamflet berisi tentang berita Ultimatum tersebut.
Tiba pada saat sore harinya tanggal 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-24, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: Presidensi G20 Indonesia Jadi Momentum Dorong Kolaborasi Global Berkelanjutan
Akhirnya mereka membuat alasan untuk menyelamatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) dari kehancuran.
Pihak Syahrir mendesak Nasution agar memenuhi Ultimatum tersebut.
Syahrir pun berpendapat bahwa TRI belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu.
Keesokannya, Nasution kembali ke Bandung untuk sekali lagi dan melakukan negosiasi terkait penundaan pelaksanaan Ultimatum.
Tetapi, tentara Sekutu tetap pada pendiriannya menolak penundaan Ultimatum.
Namun sebaliknya, Nasution juga menolak tawaran Sekutu yang hendak meminjamkan seratus truk untuk membawa pasukan Indonesia ke luar kota.
Pertemuan yang diadakan Nasution dengan para Komandan TRI para pemimpin laskar dan aparat pemerintahan akhirnya mencapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan.
Mereka berencana untuk membumihanguskan wilayah itu pada tanggal 24 Maret pukul 00.00.
Tetapi ternyata peristiwa tersebut dilaksanakan lebih awal yakni pukul 21.00.
Gedung pertama yang diledakkan ialah Bank Rakyat.