1. Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentu awal bulan kalender hijriyah dengan cara merukyah (mengamati) hilal secara langsung.
Jika hilal (bulan sabit) tidak terlihat atau gagal terlihat, maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada hadits Nabi Muhammad :
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)”.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasul dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab.
Namun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan hijriyah.
2. Wujudul Hilal
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip, yaitu Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal qhurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset).
Sehingga, pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) bulan saat matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadan, ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha untuk setiap tahunnya.
Namun, mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria Wujudul Hilal lagi, tetapi menggunakan methode Imkanur-rukyah.
Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak.
Meski demikian, metode hisab wujudul hilal dapat dijadikan penetapan awal bulan Hijriyah dan bulan baru.