News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejarah Reog Ponorogo dan Perkembangannya, Tari Daerah yang Diusulkan jadi ICH ke UNESCO

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebanyak 30 Reog yang dikirim oleh Kementerian Pariwisata, KBRI Manila, Pemda Ponorogo dan KJRI Manila menabur pesona di University Of Mindanao, Davao City, 20-23 Agustus dan Mall Of Asia Manila 24-27 Agustus 2016. --- Sejarah Reog Ponorogo dan perkembangannya, Tari Daerah yang diusulkan jadi Warisan Budaya Takbenda (ICH) ke UNESCO. Tari ini berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Pemerintah Kabupaten Ponorogo sedang memperjuangkan kesenian ini agar masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO tahun ini.

Raja Brawijaya V dianggap tidak mampu melaksanakan tugas kenegaraan dengan baik disebabkan oleh dominasi permaisurinya.

Legenda ini juga menjadi pilihan alur cerita pada seni pertunjukan reog di Ponorogo.

Pada pertunjukan reog versi legenda Suryongalam terdapat 3 peran yang dimainkan, yakni ganongan, jatilan, dan dadak merak.

Kedua legenda tersebut menjadi petunjuk seni reog di Ponorogo sudah ada sejak zaman Hindu-Budha.

Selanjutnya seni reog ini terus dikembangkan hingga periode awal masa islamisasi di tanah Jawa oleh Raja Katong (Bathoro Katong) pada akhir abad XV.

Pada versi ini terdapat 4 peran yang dimodifikasi dari versi Bantarangin, yakni tari kelana, ganongan, jatilan dan dadak merak.

Sebelum Bathoro Katong berkuasa, masyarakat Ponorogo mengenal seni reog sebagai barongan yang menjadi permainan para warok.

2. Reog pada Masa Pasca Kemerdekaan

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, seni pertunjukan reog sempat dibatasi karena untuk menghindari pengumpulan massa yang beresiko munculnya nasionalisme atau pemberontakan.

Setelah Indonesia merdeka, seni reog mulai dipertunjukan secara bebas.

Bahkan, pada masa orde lama (1960) seni reog sering digunakan oleh partai politik sebagai sarana mengumpulkan massa.

Menjelang tahun 1965, muncul beberapa organisasi kesenian, seperti BREN (Barisan Reog Nasional) didirikan oleh Partai Nasional Indonesia dan CAKRA (Cabang Reog Agama) yang didirikan oleh NU.

Pada tahun 1997, pemerintah mengadakan FRN (Festival Reog Nasional) dengan tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan kesenian reog agar lebih menasional.

Pelaksanaan FRN dilaksanakan bersama dengan Grebeg Suro/ tahun baru Islam.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini