Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan disebut kalah cepat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pengusutan kasus mafia minyak goreng atau dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO).
Komisi antikorupsi mengklaim telah mengkaji perkara itu untuk melakukan pengusutan.
"KPK sebenarnya dalam ramai bincang soal mafia minyak goreng ini sudah juga memulai dengan melakukan kajian yang dilakukan Direktorat Monitoring, bahkan hasil kajian ini telah didiskusikan bersama juga dengan Direktorat Penyelidikan," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango lewat keterangan tertulis, Kamis (21/4/2022).
Kata Nawawi, KPK harus mengapresiasi Kejagung yang telah lebih dulu memproses hukum para tersangka dalam kasus itu.
Menurut dia, pengusutan perkara bukanlah perlombaan.
Baca juga: Periksa Pegawai Kemendagri, KPK Dalami Penerimaan Uang Ardian Noervianto
"Jika kemudian teman-teman di Kejagung telah dengan cepat dalam kerjanya, tentu itu harus didukung," kata Nawawi.
Pengusutan perkara mafia minyak goreng itu juga dinilai sebagai bukti kasus korupsi bukan cuma jadi beban KPK.
Kasus itu membuktikan bahwa pemberantasan korupsi tanggung jawab bersama.
"Kerja Kejagung ini paling tidak memberi gambaran, bahwa semangat pemberantasan tindak pidana korupsi telah menjadi kerja bersama dan bukan hanya urusan KPK," kata Nawawi.
Sebagaimana diketahui, Kejagung menetapkan empat orang tersangka dalam kasus mafia minyak goreng atau dugaan pemberian fasilitas izin ekspor CPO dan turunannya, termasuk minyak goreng, pada Januari 2021 sampai Maret 2022 yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng.
Baca juga: Dewas KPK Cari Total Rombongan Lili Pintauli Penerima Fasilitas Mewah Tonton MotoGP dari Pertamina
Keempat tersangka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Perdaglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, serta Picare Togar Sitanggang (PT) selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.
Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangannya, Selasa (19/4/2022) di Jakarta menuturkan, penetapan tersangka adalah atas dugaan tindak pidana korupsi yang menyebabkan harga minyak goreng melejit di pasaran.
"Saat ini tim Penyidik Kejaksaan Agung sedang melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas CPO dan turunannya pada Januari 2021 sampai Maret 2022," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers.
Indrasari Wisnu diduga memberikan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya bagi perusahaan Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
Menjadi persoalan karena diduga perusahaan-perusahaan tersebut belum memenuhi persyaratan untuk ekspor.
"Dalam pelaksanaannya perusahaannya tidak memenuhi DPO (domestic price obligation), namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara," kata Burhanuddin.