News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Kabupaten Bogor

Ade Yasin Bantah Suap Pegawai BPK, Sebut Inisiatif Anak Buahnya Berujung Bencana

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dinihari, pasca tertangkap tangan pada Rabu (27/4/2022) dini hari. KPK menahan Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin dan tujuh tersangka lainnya yang terdiri dari ASN Pemkab Bogor dan Pegawai BPK Jawa Barat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dengan barang bukti Rp 1,024 miliar terkait suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Kasus dugaan suap yang dilakukan Ade Yasin terungkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tim penyidik KPK menangkap Ade yang merupakan adik dari mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin, beserta tiga anak buahnya dan 4 orang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat pada Rabu (27/4/2022).

Baca juga: Konstruksi Perkara Kasus Suap Ade Yasin dan Peran Keterlibatan 7 Tersangka Lainnya

Setelah diperiksa dan melakukan gelar perkara, KPK menetapkan 8 orang tersangka termasuk Ade setelah penangkapan.

KPK juga menyita uang dalam pecahan rupiah sebesar Rp 1,024 miliar yang diduga untuk menyuap 4 auditor BPK itu.

Ade diduga memerintahkan 3 anak buahnya yakni Sekdis Dinas PUPR Bogor Maulana Adam; Kasubid Kas Daerah BPKAD Bogor Ihsan Ayatullah, dan PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik untuk menyuap 4 pegawai BPK supaya mendapatkan predikat audit wajar tanpa pengecualian.

Perkara suap dengan modus untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK dalam laporan keuangan bukan kali ini terjadi.

Baca juga: Buntut Kasus Suap Bupati Bogor Ade Yasin, 4 Pegawai BPK Perwakilan Jabar Dinonaktifkan

Opini itu diburu karena sangat terkait dengan kebutuhan para kepala daerah, kementerian, hingga lembaga supaya organisasi yang mereka pimpin dinilai cakap dalam mengelola dan menyerap anggaran.

Selain itu, status opini WTP dalam laporan juga dinilai mampu mendongkrak citra kepala daerah hingga menteri yang bisa digunakan untuk kepentingan politik.

Celah itu yang digunakan oleh para pejabat pemerintahan daerah hingga kementerian dan auditor BPK.

Para penyelenggara negara kemudian bersiasat untuk mengutak-atik laporan keuangan supaya mendapatkan opini WTP dengan imbalan suap kepada auditor.

”Mendapatkan status tersebut dari BPK memang berdampak besar pada lembaga negara atau pemerintah daerah terkait. Kepercayaan publik meningkat, reformasi birokrasi dianggap berhasil sehingga modus suap pun dihalalkan,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri, di Jakarta, Sabtu (27/5/2017).

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Hasanudin Aco)

Baca berita lainnya terkait OTT KPK di Kabupaten Bogor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini