Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suasana pada pagi hari di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, tampak sepi pada hari raya Idul Fitri 1443 Hijriah.
Dari kejauhan, tampak tiga orang pria tengah beristirahat di tepi jalan. Rupanya, mereka kelelahan.
Ketiga pria tersebut tengah bercengkrama sembari menikmati kopi dan menghisap rokok kala melepas dahaga.
Jejeran gerobak juga parkir di depan mereka. Tiga pria tersebut adalah pemulung yang sudah belasan tahun mengais rezeki di ibu kota.
Satu di antara mereka adalah Subur (55). Dia berasal dari Cirebon, Jawa Barat, yang merantau ke Jakarta sejak tahun 1985.
Ketika sebagian masyarakat senang lantaran bisa mudik tahun ini, tak begitu dengan pria empat anak itu.
Sebab, sejak tahun 1985 dirinya belum pernah melihat keluarganya di kampung halaman.
Baca juga: Rayakan Ulang Tahun Pernikahan, Andien Pilih Berbagi di Kampung Pemulung, Batal Makan Malam Berdua
"Uda dari tahun 1985 enggak pernah mudik. Kendalanya usaha enggak ada hasilnya. Kita kan malu sama tetangga. Usaha sekian tahun kok enggak ada hasilnya," kata Subur kepada Tribunnews.com, Senin (2/5/2022) kemarin.
Subur sudah belasan tahun berpisah dengan istrinya.
Dia memiliki empat anak yang kini tinggal di Depok, Jawa Barat, bersama mantan istrinya.
Pada Lebaran tahun ini, Subur mengaku bahkan tak mengabari anak-anaknya lantaran belum ada uang.
"Ya begitu, kita enggak bisa ngabarin soalnya belum ada duit untuk anak-anak Lebaran," ujar Subur lalu menundukkan wajahnya.
Sebagai seorang pemulung, Subur mengaku tak kenal lelah dan putus asa. Meski kerap kali kecapean.
"Bukan cape lagi. Kalau males malah enggak punya duit. Kita 24 jam (kerja). Enggak dapat hasil kalau nongkrong terus," ucap pria berambut gondrong itu.
Keterangan foto: Subur dan kawan-kawannya tengah beristirahat di pinggir jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/5/2022). (Tribunnews.com/Fersianus Waku)
"Kita pikirkan enggak sampai di situ (Shalat Id). Soalnya, kita lagi keadaan begini. Faktor ekonomi terlalu sempit. Boro-boro ingat ke situ," ujarnya.
Obrolan itu langsung dipotong Akam (43), pria asal Semarang, Jawa Tengah.
Baca juga: Sampel Nasi Boks Diduga Sumber Keracunan Massal di Pucangsawit Dikirim ke Labfor Polda Jateng
"Mau salat Id gimana orang kaosnya begini. Satu doang," ujarnya yang juga sebagai pemulung di kawasan Menteng.
Selain itu, takut diusir Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga menjadi suatu hal yang menakutkan bagi mereka.
"Masalahnya gini kita sudah dua kali kena garuk (razia). Kalau sudah kena garuk habis sudah. Apa yang kita punya habis," ungkap Akam lalu tertawa.
Akam menuturkan, mereka seminimal mungkin agar tak berhenti di pinggir jalan. Sebab seringkali gerobak diangkut Satpol PP.
"Ya kita hindari. Kita ngobrol begini ada mobil gandong lewat ya kita buru-buru pergi. Kalau enggak ya angkut," ucap.
Akam bahkan heran lantaran kerap kali disita. Padahal, katanya, mereka tak mendapatkan bantuan apa-apa dari pemerintah.
"Katanya melanggar. Padahal kita kan makan-makan sendiri. Itu anehnya pemerintah kita," ungkapnya.
Sama seperti Subur, Akam juga sudah 28 tahun tidak mudik. Kendati begitu, dia masih mengabari keluarganya di kampung.
"Kabar cuma lewat telepon doang. Cuman ya kita ngomong terus terang. Kalau piring Belum terisi, kita belum pulang. Itu aja kalau saya terus terang," ujarnya.