Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Edy Mulyadi telah membuat keonaran dari pernyataan 'tempat jin buang anak' soal Kalimantan Timur yang akan dijadikan Ibu Kota Negara (IKN).
Hal ini disampaikan JPU dalam sidang perdana yang beragendakan pembacaan dakwaan terkait kasus ujaran kebencian saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat).
"Bahwa terdakwa Edy Mulyadi selaku pembicara dalam acara press conference yang dilaksanakan oleh KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat) sekaligus pemilik Channel Youtube “BANG EDY CHANNEL” dengan URL https://www.youtube.com/channel/UC-FwPx4rlHkdkG7_0KoFzsA, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2022).
Edy, disebut jaksa, kerap mengunggah konten-konten video di akun YouTube-nya tersebut yang berisikan opini atau pedapat pribadi yang disampaikan seolah-olah fakta.
"Akun youtube yang baru dioperasikan terdakwa atau efektif pada tahun 2021 ini dengan mengunggah video terkait pandangannya bersifat opini, pendapat atau penafsiran pribadinya menyangkut politik serta kebijakan pemerintah saat ini," jelasnya.
Adapun dari YouTube channel Edy Mulyadi, jaksa mengatakan ada beberapa konten yang menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran.
Di antaranya konten yang berjudul 'Tolak pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat' dimana dalam video ini ada pernyataan Edy menyebut 'tempat jin buang anak'.
"Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat', di antara isi transkrip konten terdakwa yaitu 'punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak, dan kalau pasalnya kuntilanak, genderuwo, ngapain gue bangun di sana'. Poin berikutnya 'Cuma Bancakan Oligarki Koalisi Masyrakat Tolak pemindahan IKN', diantara transkrip isi konten terdakwa yaitu 'seruan saya tetap sama cabut ini keputusan pemindahan IKN yang seharusnya memulihkan Kaltim dan Jakarta'," tutur jaksa.
Baca juga: Terdakwa Edy Mulyadi Ingatkan Hakim dan Jaksa soal Pertanggungjawaban Akhirat
Jaksa meneruskan Edy selalu berlindung dari profesi kewartawanan padahal perusahaan pers FNN yang ia awaki tidak tidak terdaftar di Dewan Pers.
"Akan tetapi perusahaan pers FNN tersebut tidak terdaftar pada Dewan Pers setelah dicek, dan telah pula dilakukan penelitian resmi oleh Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang di Indonesia," lanjutnya.
"Sekalipun Edy channel tak terdaftar di Dewan Pers tapi akun tersebut rutin mengunggah berita dan rutin mengulas pendapat kebijakan pemerintah yang tendensius," sambung jaksa.
Karena itu, Edy Mulyadi didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No.1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Subsidair Pasal 14 ayat (2) UU RI No.1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.
Sebagai informasi, Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan penyebaran berita bohong alias hoax pada Senin (31/1/2022).
Usai ditetapkan tersangka, Edy Mulyadi juga langsung dilakukan penangkapan oleh penyidik Polri. Setelah itu, dia langsung dilakukan proses penahanan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Edy Mulyadi tersangkut kasus ujaran kebencian seusai pernyataanya soal 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak' viral di media sosial. Pernyataanya itu pun menuai banyak kecaman dari masyarakat Kalimantan.