Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Indonesia Bersatu yang disepakati Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bersama Ketua Umum Golkar dan PPP merupakan keputusan politik yang sangat strategis.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo.
"Sebagai kader PAN, berdasarkan analisis yang obyektif, saya meyakini koalisi ini akan sangat memperkuat posisi politik ketiga parpol dalam pileg dan pilpres 2024," kata Dradjad dalam keterangannya, Senin (16/5/2022).
Dradjad pun membeberkan analisisnya terkait peluang ketiga Parpol tersebut untuk berkoalisi di 2024.
Pertama, kesepakatan ketiga Ketua Umum mempunyai efek kejut politik yang besar.
Partai Politik lain baru berancang-ancang menjajaki koalisi, Golkar, PAN, dan PPP sudah terlebih dulu menyepakati membangun koalisi.
Baca juga: Ridwan Kamil sebut Publik Respons Positif Dibentuknya Koalisi Partai Golkar, PAN dan PPP
Dari hasil Pileg 2019, ketiga partai tersebut memperoleh 26,82 persen kursi DPR dan 23,93 persen suara.
Jadi Koalisi Indonesia Bersatu sudah memenuhi persyaratan pasal 222 dari UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum untuk mengusung Capres dan Cawapres dalam Pilpres 2024.
Parpol lain tentu jadi berhitung, apa yang membuat ketiga Ketua Umum Parpol tersebut jauh-jauh hari sudah bisa menyepakati koalisi?
"Saya menduga, beberapa Parpol terkejut karena tidak menyangka perkembangan ini (caught by surprise). Bisa saja mereka mempercepat rencana koalisi mereka, atau berusaha merangkul ketiga Parpol tersebut, atau bisa juga berusaha agar Koalisi Indonesia Bersatu tidak jadi terwujud," kata Dradjad.
Baca juga: Partai Demokrat Belum Putuskan Gabung Koalisi Golkar, PPP dan PAN, atau Bentuk Poros Baru
"Yang jelas, keputusan Golkar, PAN dan PPP telah mengubah peta politik nasional dengan cukup signifikan," lanjut dia.
Kedua, Dradjad menyebut, tokoh-tokoh nasional yang potensial menjadi Capres jelas akan menjajaki dukungan koalisi ini.
Tokoh yang sekarang menjadi Ketum parpol atau putri Ketum parpol seperti Puan Maharani, Prabowo Subianto, Muhaimin Iskandar, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mau tidak mau harus mengkaji, apakah koalisi ini bisa diajak mendukung, atau justru menjadi pesaing politik.
Sementara, tokoh yang bukan Ketum parpol seperti Ganjar Pranowo, Anies Basweda, Soetrisno Bachir, Sandiagan Uno dan Erick Thohir, mau tidak mau perlu menjajaki apakah bisa diusung koalisi ini.
"Singkat cerita, posisi tawar politis dari ketiga parpol ini naik drastis," ucapnya.
Ketiga, Presiden Jokowi pun diyakini akan tertarik dengan koalisi ini. Sebagai Presiden, rasanya beliau netral dalam Pilpres 2024.
Namun, Jokowi dan keluarganya merupakan rakyat Indonesia yang mempunyai hak politik.
"Wajar jika Presiden mempunyai preferensi terhadap capres tertentu dan itu akan diikuti oleh sebagian besar pendukung beliau. Jika Koalisi Indonesia Bersatu mengusung capres tersebut, karena pilpres dan pileg berlangsung serentak, maka ketiga parpol ini berpotensi mendapatkan limpahan suara capres," kata Dradjad.
Keempat, Dradjad mengingatkan bahwa Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Suharso Monoarfa sendiri juga berpotensi menjadi Capres atau Cawapres.
"Dengan berkoalisi, stok politik mereka otomatis naik, sehingga bisa saja koalisi nanti mengusung dua Ketumnya, di mana satu Ketum yang tidak maju akan diberi deal politik yang sangat bagus. Skenario ini bisa saja terjadi," katanya.
Lebit lanjut, ia mengatakan, keempat hal di atas memberi efek elektoral yang besar bagi ketiga Parpol.
Efek elektoral ini tinggal dimaksimalkan para kader, terutama para calegnya.
Apalagi, segmen pemilih ketiga parpol ini sangat berbeda.
"Dari sisi internal PAN, saya melihat kesepakatan koalisi ini adalah booster yang bisa menaikkan elektabilitas para Caleg PAN di dapil masing-masing," katanya.