Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rekonstruksi kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 untuk Kabupaten Kolaka Timur, pada Selasa (17/5/2022).
Rekonstruksi diikuti oleh Bagas Aziz Pangestu, ASN pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ochtavian Runia Pelealu, PNS Ditjen Binkeuda Kemendagri; dan Muhammad Dani S., Sopir Dirjen Bina Keuda Kemendagri.
Termasuk tersangka mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN).
"Para saksi sebelumnya diminta hadir di gedung Merah Putih KPK dan selanjutnya diikusertakan dalam proses rekonstruksi atau reka adegan yang juga turut dihadiri tersangka MAN," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Rabu (18/5/2022).
Baca juga: KPK Terima 395 Laporan Gratifikasi Selama Hari Raya Idul Fitri, Totalnya Rp 274 Juta
Setelah para saksi diminta hadir ke gedung dwiwarna KPK.
Mereka kemudian dibawa ke rumah Ardian, lokasi dilakukannya rekonstruksi perkara.
Ali mengatakan rekonstruksi tersebut bertujuan membeberkan kronologi penerimaan uang oleh Ardian.
"Rekonstruksi ini dilaksanakan di rumah kediaman tersangka MAN di wilayah Jakarta Pusat dimana mengambarkan antara lain dugaan perbuatan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka MAN," katanya.
Selain Ardian, KPK juga menetapkan Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara Laode M. Syukur Akbar (LMSA) sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Ardian memiliki tugas diantaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah.
Yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M. Syukur agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Selain menghubungi Laode M. Syukur, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya pada L. M. Rusdianto Emba yang juga telah mengenal baik Ardian.
Selanjutnya pada Mei 2021, Laode M. Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta.
Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
KPK menduga Ardian meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Rinciannya, 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Andi Merya memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur yang juga diketahui L. M. Rusdianto Emba.
KPK menduga dari Rp2 miliar tersebut dibagi di mana Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka Laode M. Syukur menerima Rp500 juta.
Ardian diduga aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode M. Syukur.
KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.