Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan menyangkut perlindungan data pribadi sebagaimana yang sedang dibahas di DPR melalui RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) disebut akan sangat efektif apabila memiliki badan otoritas yang netral dan tidak bias.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Marwan O Baasir dalam Webinar Sobat Cyber Indonesia, dengan mengangkat tema 'Data Free Flow with Trust (DFFT): Jalan Menuju Kekuatan Ekonomi Digital'.
"Badan otoritas tersebutlah yang akan bertanggung jawab atas supervisi, resolusi, intepretasi dan lain-lain, dengan mempertimbangkan kompleksitas data di berbagai sektor untuk mendapatkan kepercayaan dunia internasional dalam prinsip adequacy perlindungan data," kata Marwan, Rabu (18/5/2022).
Marwan berbicara soal fenomena hari ini, di mana yang dicari adalah suatu yang bukan data pribadi, melainkan data nonpribadi.
Baca juga: Formappi Sebut Agenda BURT DPR Kunker ke Turki Mengada-ngada
Alasannya, menurut Marwan, data nonpribadi ini yang akan diolah untuk kepentingan ekonomi.
Karena data non pribadi bisa disinkronkan untuk melihat kebiasaan dari konsumen dan masyarakat yang akan menjadi data keekonomian.
"Data inilah yang disebut data agregat yang bisa menimbulkan nilai ekonomi yang sangat luar biasa. Bisa dikatakan data is new oil itu adalah data agregat," kata dia.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Riant Nugroho menyarankan agar pemerintah membuat regulasi yang mengatur perlindungan data nasional, bukan hanya data pribadi saja, baik data pribadi maupun data perorangan.
"Lalu masukkan tiga kluster tersebut dalam UU tersebut, dengan pendekatan kepentingan nasional dan manajemen risiko yang dihitung setidaknya 50 tahun ke depan," kata dia.
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR: Kebijakan Lepas Masker Bukti Keberhasilan Penanganan Covid-19 di Indonesia
Riant menyarankan untuk menyiapkan Rencana Aksi Nasional dalam memanfaatkan DFFT sekarang juga dan dipimpin dengan orang yang memiliki kemampuan ambideks, eksekusi di bawah kepemimpinan tim khusus dari Pemerintah, dengan strategi KMO: kolaborasi, mobilisasi, orkestrasi,
"Jika kita ingin melindungi data dan informasi pelanggan, Kominfo tidak cukup hanya atur industri telekomunikasi, Kemenkominfo juga jangan berfikir PNBP. Yang seharusnya Kemenkominfo lakukan adalah menyiapkan sebuah ekosistem yang aman untuk menyimpan data. Kita sudah harus berubah dari kebiasaan yaitu kebiasaan membuat kebijakan sektoral," katanya.