Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus berupaya memaksimalkan penggunaan teknologi untuk mencegah kesalahan rekapitulasi pemilu.
Untuk itu, KPU akan memaksimalkan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) pada Pemilu 2024.
Komisioner KPU Idham Holik menjelaskan, penggunaan Sirekap sangat penting untuk membantu meringankan beban kerja KPPS.
Selain itu, penggunaan teknologi diharapkan bisa mengurai kebingungan masyarakat karena banyaknya formulir sebagai dampak Pemilu serentak 2024 yang disatukan dengan Pilkada.
"Sirekap sangat penting ke depan untuk meringankan rekan-rekan di badan ad hoc. Kami berharap kejadian di 2019 (saat ratusan petugas meninggal dunia) itu tidak terulang kembali," kata Idham dalam diskusi virtual Kode Inisiatif, Minggu (22/5/2022) bertajuk "Kesiapan Penyelenggaraan Pemilu dan Teknologi Informasi".
Baca juga: Bawaslu Temukan Ratusan PPK Lakukan Rekap Suara di Ruang Tertutup Hingga Gagal Pakai Sirekap
Idham menambahkan, dengan adanya Sirekap diharapkan mampu memangkas waktu pendataan yang memakan waktu sangat lama seperti di Pemilu 2019.
Selain itu, pemangksan waktu pendataan dan Rekapitulasi diduga menjadi penyebab lelahnya petugas KPPS menghitung surat suara formulir model C1 bisa teratasi.
Sebagai informasi, karena format Pemilu dan Pilkada yang disatukan dalam satu waktu membuat formulir model C1 atau formulir hasil penghitungan suara menjadi bertambah.
Hal inilah yang membuat petugas KPPS kelelahan dan bekerja melebihi batas waktu.
Idham menjelaskan, Sirekap akan memudahkan petugas KPPS karena menggabungkan kecanggihan teknologi digital dalam elektoral.
"Ke depan, Sirekap akan digunakan dengan harapan memangkas waktu sehingga rekan-rekan dalam penyerahan hasil perolehan suara bisa melalui format digital. Tentunya dalam hal ini adalah PDF, sehingga tidak bisa diubah-ubah," jelasnya.
Idham berharap Sirekap bisa mencegah kelelahan petugas KPPS seperti di Pemilu 2019
Idham menambahkan, Sirekap diluncurkan agar peristiwa meninggalnya ratusan KPPS menjadi pelajaran berharga bagi KPU sebagai penyelenggara Pemilu untuk bekerja lebih baik lagi.
Ke depan, KPU akan membuat desain penyelenggaraan pemilu agar tidak membebani kerja petugas, utamanya pada tingkatan Badan Ad Hoc seperti KPPS.
"Karena kita ketahui, Pemilu kita adalah pemilu lima kotak atau lima jenis surat suara, sehingga kami dituntut untuk mendesain formulir yang lebih aplikatif atau user friendly. Sehingga rekan-rekan KPPS atau badan ad hoc tidak merasa kesulitan," tuturnya.
Berkaca pada Pemilu 2019, pemungutan penghitungan suara memang menimbulkan duka mendalam.
Bagaimana tidak, sebanyak 850 penyelenggara pemilu seluruh Indonesia yang meninggal dunia akibat kelelahan karena waktu yang diforsir sebagai dampak dari pendataan yang memakan waktu lebih panjang.
Untuk mencegah hal itu terulang, KPU berkomitmen mengantisipasi hal tersebut terjadi kembali. Salah satunya menggunakan pendekatan dan rekapitulasi digital yang membantu KPPS.
"Sehingga Sirekap menempati posisi strategis. Karena pada saat 2019 election day, problemnya ada di penggandaan formulir hasil penghitungan suara atau yang kita kenal dengan model C1. Misalkan saja di Jawa Barat ada 50 calon DPD, bisa dibayangkan kalau misalnya DPD saja ada 25 calon DPD, atau 50 persen yang mengirimkan calonnya. Maka, proses penggandaannya ya sebanyak itu," pungkas Idham.