Dalam penerapan pasal TPPU, kata Ali, sebagai salah satu instrumen untuk mengoptimalkan asset recovery, KPK mencatat telah menangani sejumlah 44 perkara. Tahun 2021 sendiri sejumlah 6 perkara.
Oleh karena itu, KPK berharap kajian-kajian tentang pemberantasan korupsi dapat disusun dengan komperehensif berbasis data dan fakta yang akurat, sehingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan agar memberikan manfaat bagi perbaikan upaya pemberanatsan korupsi ke depannya.
"Dimana perbaikan tersebut bisa lebih luas, tidak hanya bagi KPK, namun juga bagi aparat penegak hukum lainnya, Kepolisian dan Kejaksaan, yang juga punya kewenangan melakukan penanganan tindak pidana korupsi," tegasnya.
Sebelumnya, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan,sepanjang 2021 keuangan negara telah dirugikan sebesar Rp62.931.124.623.511 atau Rp62,931 triliun.
Kerugian keuangan negara ini meningkat drastis dari tahun-tahun sebelumnya.
Kurnia menjelaskan, pada 2017 negara dirugikan senilai Rp29,419 triliun.
Sementara pada 2018 kerugian keuangan negara sebesar Rp9,290 triliun, pada 2019 negara dirugikan sekitar Rp12 triliun, pada 2020 kerugian keuangan negara mencapai Rp56,739 triliun.
Sedangkan pada 2021 kerugian keuangan negara yang ditimbulkan senilai Rp62,931 triliun.
"Ada kenaikan sekitar lima persen dibanding tahun sebelumnya yang juga terbilang besar Rp56,7 triliun," ucap Kurnia, Minggu (22/5/2022).
Dia menyebut, pemantauan ini juga menghitung perkara korupsi dengan jenis kerugian keuangan negara yang dituntut oleh Kejaksaan maupun KPK.
Hal ini penting, untuk melihat sejauh mana dua lembaga penegak hukum tersebut dalam menangani perkara korupsi yang memiliki dimensi kerugian keuangan negara besar.
Baca juga: Jubir Sebut Temuan ICW Relevan dengan Fokus Kerja KPK
Sebab, penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 lazimnya membutuhkan kompetensi penyelidik, penyidik, maupun penuntut umum yang lebih tinggi karena kompleksitas perkaranya, ketimbang pembuktian tindak pidana suap.
"Selain itu, poin utama yang seringkali terlewat bukan hanya mengungkap pelakunya saja, namun juga mencakup asset tracing terhadap harta kekayaan dari tindak pidana korupsi," katanya.
"Sebab metode tersebut diyakini menjadi strategi jitu untuk menciptakan pemberian efek jera," ucap Kurnia.