Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai kerugian keuangan negara pada tindak pidana korupsi.
Hasil kajian tersebut akan menjadi bahan evaluasi kinerja KPK ke depan.
Berdasarkan kajian ICW, sepanjang 2021 keuangan negara telah dirugikan sebesar Rp62.931.124.623.511 atau Rp62,931 triliun.
"Hasil kajian dan pemantauan dimaksud sekalipun menjadi masukan bagi kami, sebagai bahan evaluasi ke depan, namun masih sangat perlu didiskusikan lebih jauh terkait metode analisis dalam proses pengambilan kesimpulannya," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Senin (23/5/2022).
Ali menyebutkan, jika dicermati kajian ICW mencampuradukan pembahasan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor dengan pasal-pasal suap dan sejenisnya yang dominan ditangani oleh KPK.
Padahal, perlu digarisbawahi, yang berkaitan dengan kerugian negara hanya Pasal 2 atau 3 UU Tipikor.
"Jiika kita juga memahami hukum dengan baik, tipologi korupsi pasal suap secara normatif tidak ada kaitannya dengan kerugian negara," sebut Ali.
Menurut Ali, analisis ICW salah kaprah maka kesimpulan prematur yang dihasilkan pun bisa dipastikan keliru.
Terutama pembahasan pada aspek pidana badan, jumlah uang pengganti, maupun tuntutan pidana tambahan lainnya.
"Dimana, pidana tambahan lainnya pun beragam bentuk, termasuk pencabutan hak politik, yang beberapa kali KPK terapkan dan tuntut kepada para terdakwanya," kata Ali.
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa ini menyebut, pemantauan tersebut seharusnya perlu memasukkan pembahasan tentang subsidier hukuman yang merupakan hak terpidana.
Baca juga: KPK Ajak ICW Hingga Masyarakat Cari Buronan Harun Masiku, Karyoto: Tapi Biaya Sendiri
Sehingga, pengembalian kerugian keuangan negara tersebut digantikan dengan hukuman badan.
"Mekanisme tersebut berlaku sah demi hukum," ujar Ali.