TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sri Utami dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hukuman pidana 4 tahun 3 bulan penjara.
Sri Utami adalah mantan Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dia merupakan terdakwa sejumlah kasus pengadaan fiktif pada 2012 di Kementerian ESDM, sehingga merugikan negara senilai Rp11.124.736.447.
Jaksa menilai Sri terbukti merugikan negara senilai Rp11.124.736.447.
"Meminta kepada majelis hakim tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Sri Utami terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ucap jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Selain pidana penjara, Sri Utami juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp2,39 miliar.
Jika dalam kurun waktu satu bulan setelah setelah putusan berkekuatan hukum tetap, apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar denda, maka Sri akan dipenjara satu tahun.
Sri Utami juga dituntut agar dijatuhi hukuman denda Rp250 juta subsider 3 bulan penjara.
Baca juga: Terkait Kasus Korupsi Kegiatan Fiktif, KPK Limpahkan Berkas Perkara Sri Utami ke Pengadilan
Jaksa menilai Sri terbukti bersalah melanggar Pasal 37, Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor RI sebagaimana diubah UU 20/2001 juncto Pasal 5 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 65.
Dalam melayangkan surat tuntutannya, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal.
Untuk hal yang memberatkan Sri dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sri Utami juga dinilai jaksa kurang terbuka dalam memberikan keterangan dalam persidangan.
Sementara itu, untuk hal meringankan, Sri Utami dianggap masih memiliki tanggungan keluarga, sopan dan menghargai persidangan, serta belum pernah dihukum.
KPK menetapkan Sri Utami sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, sepeda sehat, dan perawatan gedung pada Kesekretariatan Jenderal di Kementerian ESDM pada 2017.