TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Situasi pendemi Covid-19 melahirkan berbagai dampak distortif yang membutuhkan fleksibilitas pengelolaan keuangan negara.
Untuk mengatisipasi situasi yang sama di masa depan, Fraksi PKB mendorong penerapan automatic stabilizer dalam penyusunan kebijakan fiskal tahun 2023.
Hal itu disampaikan Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, di sela Rapat Paripurna DPR dengan Agenda Pandangan Fraksi Tentang Penyampaian Pemerintah Terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023, di Kompleks Parlemen, Selasa (24/5/2022).
"Fraksi PKB mendesak pemerintah tetap menyediakan fiscal buffer yang memadai dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan fiskal dengan penerapan automatic stabilizer yang bisa diimplementasikan secara cepat dan akuntabel dalam perumusan kebijakan fiskal 2023. Langkah ini untuk memastikan kita tidak kebingungan jika sewaktu-waktu terjadi situasi darurat baik akibat pandemi atau faktor lain," kata Cucun.
Baca juga: Soal Kenaikan Tarif Listrik 3.000 VA , Puan Minta Dibahas Sesuai Mekanisme DPR
Baca juga: Cak Imin Nyatakan Siap Gabung KIB Asal Jadi Capres, PPP: KIB Terima Usulan Manapun Termasuk PKB
Cucun menjelaskan situasi pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir memberikan pelajaran besar bagi bangsa dalam pengelolaan keuangan negara.
Berbagai dampak distortif pandemi membutuhkan ketahanan anggaran untuk mengantisipasinya.
Ke depan situasi serupa harus diantisipasi mengingat saat ini muncul banyak wabah di berbagai belahan dunia seperti munculnya hepatitis misterius maupun cacar monyet.
"Penerapan automatic stabilizer akan membuat pengelolaan fiskal kita lebih fleksibel sehingga anggaran negara bisa dengan cepat dialokasikan untuk meminimalkan dampak distortif dari situasi pandemi," ujarnya.
Baca juga: Jazilul Fawaid Tanggapi Pernyataan Gus Yahya Soal NU Tak Boleh Dijadikan Alat Politik Jelang Pemilu
Baca juga: Kerap Disebut Relawan Rasa Partai, Bagaimana Kekuatan Projo Jika Jadi Parpol?
Dalam kebijakan fiskal 2023, lanjut Cucun, Pemerintah harus mampu meningkatkan pendapatan negara melalui implementasi reformasi perpajakan tahun 2023 dengan didukung pelaksanaan UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dengan langkah tersebut maka akan mendorong kebijakan penerimaan perpajakan berjalan efektif sehingga terjadi penguatan konsolidasi fiskal.
"Pemerintah harus bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui strategi mendorong kepatuhan sukarela, memperkuat sistem pengawasan pemungutan perpajakan, dan memberikan kepastian hukum perpajakan,” katanya.
Terkait belanja pembayaran bunga utang, kata Cucun, FPKB meminta pemerintah agar dapat menekan pertumbuhan pembiayaan utang negara.
Satu di antaranya dengan meningkatkan efisiensi dan pengendalian tingkat risiko melalui pemilihan komposisi utang ke depan yang lebih baik.
"Efisiensi pembayaran bunga utang ini lebih baik dilakukan melalui pemenuhan pembiayaan utang dari dalam negeri yang juga ditujukan untuk pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik dengan penguatan ekosistem pasar keuangan,” katanya.
Baca juga: Anggaran Pemilu 2022 Baru Cair Rp 2 Triliun dari Rp 8 Triliun, KPU Pertanyakan Sisanya
Legislator asal Jawa Barat ini menegaskan FPKB juga mendesak pemerintah agar memenuhi mandatory spending anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen dari APBN.
Satu di antaranya dengan meningkatkan kualitas pendidikan pesantren yang diatur dalam UU 18/2019 tentang Pesantren.
"Pesantren wajib diakui sebagai bagian dari penyelenggaran pendidikan nasional, sehingga harus mendapat porsi anggaran yang jelas dari belanja Pemerintah Pusat maupun dari Transfer ke Daerah, baik untuk peningkatan kompetensi maupun penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas," tandasnya.