Laporan wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan usulan berbagai pihak termasuk Komnas Perempuan itu sendiri terkait perkosaan yang masuk pada tindak pidana terhadap tubuh bukan tindak pidana terhadap kesusilaan merupakan sebuah langkah yang sangat maju.
Sebab menurutnya, selama ini perkosaan dicampuradukkan sehingga kerap menempatkan khususnya perempuan dalam posisi yang seringkali disalahkan.
"Karena tadi nilai kesusilaan direkatkan dengan tindak kekerasan, seringkali yang diacuhkan sebagai indikator susila adalah korbannya, bukan si pelakunya," ujar Andi, Rabu (25/5/2033).
Dengan memisahkan tindak pidana perkosaan sebagai tindak pidana tubuh, ini akan bermuara dengan mudahnya aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum atas laporan yang ada.
Ia juga mengaku sangat senang sebab hal ini juga meliputi berbagai situasi lain yang sebetulnya juga diatur di dalam hukum internasional terkait misalnya penggunaan kata "tindakan-tindakan cabul."
"Jadi kita lihat persilangan antara kata cabul dan perkosaan juga untuk memperluas makna dari perkosaan, tidak hanyak terpaku dalam penetrasi oleh alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan, tapi juga pemaksaan memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut" lanjut Andi.
Baca juga: Definisi Perkosaan Dalam Pasal 285 KUHP Perlu Direformulasi
Usul ini merupakan gagasan yang dirasa sangat baik bagi Andi. Apalagi jika diboyong ke dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) agar tak menimbulkan keraguan dalam pemaknaan dan penerapan di lapangan.
Andi merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di mana kata perkosaan sendiri tidak dikenal tapi dimaknai dalam pasal 285.
"Tapi apakah memang hanya Pas 285? Bukan pasal pasal lain lanjutannya? Seandainya diboyong dalam UU TPKS menurut kami dia akan jauh mempermudah proses penegakan hukum," tegasnya.