Selain itu, kata dia, hal tersebut jelas tidak senapas dengan amanat konstitusi dan jauh dari cita-cita reformasi.
Sekadar contoh, lanjut Fahmi, penunjukan duta besar saja harus melalui proses persetujuan parlemen, lalu menurutnya, mengapa tidak dibuka opsi yang sama untuk pengisian penjabat kepala daerah.
Misalnya, kata dia, persetujuan DPR RI untuk penjabat gubernur dan persetujuan DPRD Provinsi untuk penjabat Bupati/Walikota.
Menurutnya, opsi itu tersebut lebih fair, legitimate, dan transparan.
"Sebelum membenahi dan menyempurnakan aturan main, pemerintah sebaiknya tak memaksakan diri melibatkan atau menggunakan TNI/Polri secara massif untuk mengisi kekosongan kepala daerah," kata dia.