TRIBUNNEWS.COM - Hari ini adalah peringatan 16 tahun gempa berkekuatan 5,9 skala Richter yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 pukul 05.54 WIB.
Gempa bumi tersebut mengakibatkan bangunan rusak dan 6.234 korban jiwa.
Getaran getaran gempa bumi cukup besar dan durasinya cukup lama yaitu 57 detik, menurut Kementerian ESDM melalui dokumen Gempa Yogyakarta di laman vsi.esdm.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bantul, sebanyak 4.143 korban meninggal dunia di wilayah Bantul, dengan jumlah rumah rusak 71.763 rumah.
Sementara itu, di wilayah lain, tepatnya di Klaten, korban meninggal tercatat mencapai 5.782 orang, 26.299 korban luka berat dan ringan, serta 390.077 lebih rumah roboh.
Baca juga: Jokowi: Indonesia Rawan Bencana, Rata-rata Terjadi 500 Kali Gempa Bumi dalam Sebulan
Gempa Bumi 27 Mei 2006 di Bantul, DI Yogyakarta
Gempa bumi ini terjadi pada hari Sabtu Wage tanggal 27 Mei 2006 pukul 05.54 WIB.
Menurut BMKG dalam majalah online GEOMAGZ yang terbit pada Juni 2016, gempa bumi ini sebagian besar dirasakan di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
BMKG mencatat kekuatan gempa ini 5,9 SR, sedangkan USGS mencatat kekuatannya 6,2 Mw.
Gempa sangat mengagetkan masyarakat Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah, karena pada saat yang bersamaan, Pemerintah Daerah dan masyarakat sedang fokus pada upaya mitigasi letusan gunung
Merapi yang aktivitasnya meningkat.
Tim USGS mencatat pusat gempa tersebut terletak pada koordinat 8,01 derajat LS & 110,29 derajat BT pada kedalaman 17,2 km, kekuatan 6,2 Mw, dan intensitas kerusakan VII MMI.
Menurut BMKG, gempa berpusat pada 7,89 derajat LS & 110,37 derajat BT dan kedalaman 40 km, dengan besaran 6,2 Mw, dan intensitas VII MMI.
Sedangkan menurut TTD BG, gempa berpusat pada 8,08 derajat LS dan 110,31 derajat BT, kedalaman 33 km, dengan besaran 5,8 SR dan skala intensitas VII MMI.
Korban jiwa akibat gempa bumi ini mencapai enam ribu orang.
Selain itu, gempa ini menyebabkan 50 ribu orang luka-luka dan 500 ribu sampai sejuta orang kehilangan tempat tinggal.
Gempa bumi Bantul 2006 ini menelan kerugian sebesar 2,9 triliun rupiah (3,1miliar US dollars).
Wilayah kerusakan terberat adalah Bantul dan Klaten, termasuk kerusakan serius pada Candi Prambanan dan Makam Sultan dari Abad 16 di Imogiri.
Baca juga: Google Luncurkan Fitur Peringatan SOS dan Sistem Deteksi Gempa Bumi
Kabupaten Bantul Targetkan jadi Wilayah Tangguh Bencana
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bantul, Dwi Daryanto menyatakan pusat gempa aygn terjadi pada 27 Mei 2006 berada di Sungai Opak di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, seperti diberitakan Kompas.com.
Mulai dari pundong dusun potrobayan sebagai titik episentrum dan jalur gempa sampai ke Klaten.
Saat ini, di lokasi pusat gempa sudah berdiri tetenger atau tugu peringatan gempa Yogyakarta letaknya 300 meter dari pusat gempa yang merupakan tempuran sungai Opak dan Oya.
"Hampir semua kecamatan yang dilewati sesar opak terkena dampak paling parah saat gempa 2006 lalu," katanya, Sabtu (27/5/2017).
Peristiwa gempa bumi itu menyadarkan Pemerintah Kabupaten Bantul untuk terus meningkatkan kesadaran mengenai potensi gempa yang sewaktu-waktu bisa terjadi di wilayahnya.
Hingga tahun 2016, tercatat sudah ada 15 desa tangguh bencana, dan ditargetkan pada 2021 mendatang, 75 desa yang ada di Kabupaten Bantul semua telah menjadi desa tangguh bencana.
"Setiap tahun kita membangun rata-rata lima sampai tujuh desa tangguh bencana. Untuk anggarannya bersumber dari APBD Bantul dan Propinsi," ucapnya.
Baca juga: Ketua DPR Dorong Perempuan Lebih Banyak Dilibatkan dalam Program Penanggulangan Bencana
Selain desa, sudah ada delapan sekolah ditetapkan sebagai sekolah tangguh bencana. Tidak hanya sebatas pembentukan desa dan sekolah tangguh bencana.
Pasca-pembentukan, kegiatan pendampingan tetap dilakukan termasuk pelatihan pengurangan risiko bencana. Kawasan pesisir pun sudah terpasang Early Warning System (EWS), untuk mengantisipasi tsunami.
"Terus dilakukan pendampingan kepada masyarakat agar waspada. Setiap desa tetap diminta meningkatkan kewaspadaan sesuai kearifan lokal masing-masing," kata Dwi.
Pada tahun 2018, Bantul menjadi kabupaten tangguh bencana.
Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) nanti harus menganggarkan program pengurangan risiko bencana.
Sekda yang juga Kepala BPBD Bantul saat itu, Ryantono, menyampaikan, seluruh gedung pemerintahan di Kabupaten Bantul sudah terpasang jalur evakuasi saat terjadi bencana.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)(Kompas.com/Markus Yuwono)
Artikel lain terkait Gempa Bantul