Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Sosial Politik Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa menilai sebaiknya pemerintah menghindari penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah kepada kalangan TNI-Polri.
Meski secara hukum dan konstitusi dibolehkan, Namun Herry menilai pelantikan Pj dari kalangan TNI-Polri bisa menimbulkan potensi intervensi politik.
"Yang nantinya justru membuat citra Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menjadi buruk ya, termasuk legacy-nya soal demokrasi, ini yang harus dihindarkan," kata Herry Mendrofa saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (26/5/2022).
Pengamat, kata dia, menyarankan agar Jokowi memprioritaskan sumber daya manusia (SDM) dari kalangan sipil ketimbang TNI-Polri.
"Karena untuk menghindarkan intervensi politik yang lebih kuat, kemudian dari sisi penghidupan dwifungsi ABRI ini juga harus dieleminir," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin Sebagai Pj Bupati Seram Barat tidak Tepat
Meskipun dia menganggap keputusan pemerintah lebih banyak mengutamakan penjabat dari kalangan TNI-Polri bertujuan mengamankan pemerintahan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sebab, untuk menjalankan pemerintahan memang diperlukan SDM yang mampu menjaga dari sisi pertahanan dan keamanan pada saat kekosongan kepemimpinan ketika masa transisi politik.
"Barangkali itu dari Jokowi juga. Tetapi itu tidak serta merta dijadikan sebagai dalih," ucap Herry.
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin punya pandangan serupa.
Menurut dia pemerintah seharusnya mendorong penunjukan penjabat dari kalangan sipil ketimbang TNI-Polri.
Meskipun secara ketentuan, aturan hukum seperti putusan Mahkamah Konstitusi membolehkan perwira aktif menjabat sejumlah posisi di pemerintahan.
"Membolehkan juga kalau dingkat kalau posisi penjabat tinggi ahli madya, pejabat tinggi ahli pratama," kata Ujang Komarudin.
"(Tetapi sebaiknya) jabatan sipil itu sebenarnya diberikan ke sipil saja," ujarnya.