News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Helikopter AW

Kasus Helikopter AW-101, KPK Blokir Rekening Bank PT Diratama Jaya Mandiri Senilai Rp 139,4 Miliar

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyidik KPK melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (24/8/2017). Pemeriksaan fisik dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter buatan Inggris dan Italia tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memblokir rekening bank milik PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) senilai Rp 139,4 miliar.

Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, pemblokiran diduga kuat ada kaitannya dengan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland 101 atau AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.

"Tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT DJM senilai Rp139,4 M. Pemblokiran rekening ini diduga ada kaitan erat dengan perkaranya," kata Ali lewat keterangan tertulis, Jumat (27/5/2022).

Ali menjelaskan, pemblokiran tersebut sebagai langkah KPK untuk menyita simpanan uang tersangka, yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway.

"Yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya," ujarnya.

Baca juga: IPW Minta Penghentian Penyidikan Kasus Helikopter AW-101 oleh Puspom TNI Dijelaskan Kepada Publik

Sebagaimana diketahui, dari pengadaan helikopter AW-101 diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738, 9 miliar atau sekira 30 persennya.

Ali menuturkan, akibat pengadaan yang tidak sesuai spek kontrak tersebut, helikopter AW-101 pun diduga menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya.

"Hal ini menunjukkan betapa korupsi sangat merugikan negara," katanya.

KPK, dikatakan Ali, berharap pemblokiran rekening PT DJM menjadi langkah awal untuk mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul dari dugaan tindak pidana ini.

Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi Helikopter AW-101 Sejak 2017, KPK Akhirnya Tahan Irfan Kurnia Saleh

Tim penyidik, tambahnya, masih akan terus melakukan pengumpulan berbagai alat bukti untuk melengkapi pemberkasan.

"Kami berharap para pihak terkait untuk kooperatif agar penanganan perkaranya bisa segera diselesaikan sesuai kaidah-kaidah hukum secara efektif dan efisien," ujarnya.

"KPK juga mengajak masyarakat untuk terus mengikuti dan mengawasi perkembangan proses penegakkan hukum pada dugaan TPK pengadaan helikopter ini," katanya.

KPK telah menahan Irfan pada Selasa (24/5/2022). Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak 2017 silam.

Dalam konstruksi perkara yang diuraikan KPK disebutkan, pada sekira Mei 2015, Irfan selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang bersama Lorenzo Pariani sebagai salah satu pegawai perusahaan AgustaWestland menemui Mohammad Syafei, yang saat itu masih menjabat selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan tersebut kemudian membahas di antaranya akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU.

Baca juga: KPK Akhirnya Tahan Irfan Kurnia Saleh, Tersangka Korupsi Helikopter AW-101 Sejak 2017

Irfan yang juga menjadi salah satu agen AgustaWestland diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada Syafei dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS, dimana harga pembelian yang disepakati Irfan dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar).

Kemudian, sekira November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU, mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek dan hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

Di tahun 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjut dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh dua perusahaan.

Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.

Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai 56,4 juta dolar AS dan disetujui oleh pejabat pembuat komitmen (PPK).

Irfan juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy selaku PPK.

Untuk persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, Irfan diduga menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang ini dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima Irfan diduga telah 100 persen, dimana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

KPK menduga perbuatan Irfan bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini