Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani dinilai tidak ikut-ikutan menggunakan konten receh di akun media sosialnya, sebagaimana dilakukan para pejabat publik lain.
Hal tersebut sebagaimana dikatakan Analis Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Ari Junaedi
Menurut Ari, konsistensi Puan dalam menampilkan kerja-kerja politik sebagai pimpinan wakil rakyat di media sosial menjadi pembeda dari kebanyakan pejabat publik hari-hari ini.
Dia mengakui bahwa konten receh (snackable content) di media sosial memang efektif untuk meningkatkan popularitas sebuah merek (brand), entah itu merek komersil atau tokoh sebagai merek politik, yang ingin dipasarkan dalam kontestasi Pilpres.
Atas alasan itulah, hemat Ari, banyak pejabat publik yang akhirnya mengambil jalan pintas tersebut.
Baca juga: Yakin Politisi DPR Ahmad Sahroni Terlibat Korupsi, Adam Deni: Biar Sama-sama Masuk Penjara
“Apa yang dilakukan Puan dengan tidak tergoda ikut-ikutan cara instan dengan main konteh receh di medsos layak diapresiasi, karena akun sosmed pejabat publik kan seharusnya memang menjadi bagian dari komunikasi publik itu sendiri. Kalau isinya konten receh melulu, pertanyaannya adalah fungsi pejabat publik itu membuat rakyat tertawa dengan konten receh atau melayani rakyat dengan kerja nyata?” kata Ari kepasa wartawan, Senin (30/5/2022).
Ari menilai konten receh sebenarnya tidak masalah jika hanya menjadi kemasan (packaging) dari substansi kerja-kerja pejabat publik sebagai pertanggungjawaban mandat yang diberikan rakyat.
“Gimik dalam komunikasi perlu untuk mengemas substansi. Tapi yang kita lihat sekarang kan banyak yang gimik dan receh, tapi tidak ada hubungan dengan substansi kerja mereka sebagai pejabat publik," tambahnya
Maka dari itu, dia menyebut ketika Puan tidak ikut-ikutan main konten receh sebenarnya itulah nilai tambah sebagai pembeda.
Ari menilai, pilihan Puan untuk tidak memainkan konten receh karena tugas dan tanggung jawabnya sebagai Ketua DPR tidaklah ringan, utamanya dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
“Seperti dalam pengesahan UU TPKS yang lalu, DPR kan jadinya diapresiasi karena Ketua DPR terus menyampaikan progres dan hasil kerja pembuatan UU yang ditunggu-tunggu untuk melindungi rakyat dari kekerasan seksual tersebut. Rakyat jadi tahu bahwa di balik pengesahan UU TPKS ada peran DPR yang besar,” kata Ari.
Lebih jauh, Ari meminta masyarakat untuk lebih kritis dalam mengonsumsi konten-konten media sosial pejabat publik, yang seharus bekerja untuk melayani publik.
“Jangan sampai publik asyik tertawa karena konten receh pejabat, tapi lupa mempertanyakan progres dan hasil kerja pejabat tersebut. Karena kan rakyat ‘menggaji’ pejabat publik untuk melayani, bukan untuk komedi,” pungkasnya