News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jabatan Kepala Daerah

Ada Penjabat Mundur Setelah Dilantik, CISA: Harus Ada Evaluasi soal Pj Kepala Daerah

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pejabat Gubernur Banten Al Muktabar (kanan) bersama Pejabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin (kedua kanan), Pejabat Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik (tengah), Pejabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer (kedua kiri) dan Pejabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw (kiri) saat pelantikan Penjabat Gubernur di Gedung Kemendagri, Kamis (12/5/2022). Mendagri Tito Karnavian melantik lima penjabat (Pj) gubernur di lima Provinsi untuk mengisi kekosongan jabatan, hingga digelarnya Pilkada Serentak 2024 mendatang seiring berakhirnya masa jabatan Gubernur definitif di lima Provinsi yakni Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Papua Barat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menyoroti kabar adanya penjabat (Pj) Kepala Daerah yang mundur setelah dilantik.

Rumor adanya Pj Kepala Daerah yang mundur ini disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan Mensesneg, KSP, dan Seskab di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2022) kemarin.

Herry menilai pemerintah harus benar-benar cermat memilih Pj Kepala Daerah sesuai kompetensi tanpa melanggar aturan yang berlaku.

Menurutnya, penunjukan PJ Kepala Daerah masih harus terus dievaluasi.

"Harus ada evaluasi sesering mungkin soal PJ Kepala Daerah dikarenakan masih ada perbedaan pandangan terkait regulasi serta penempatan SDM," ucap Herry Mendrofa lewat keterangannya, Jumat (3/6/2022).

"Agar terhindar dari kendala, Pemerintah memerlukan kepiawaian memilih PJ Kepala Daerah sesuai kompetensi, aturan dan tentunya diterima dengan baik di wilayah masing-masing," lanjutnya.

Lebih lanjut Herry mengatakan, sampai saat ini baik pemerintah maupun DPR belum senada ihwal Pj Kepala Daerah.

Padahal, kata dia, pemerintah dan DPR punya fokus yang sama, sehingga diperlukan koordinasi yang tepat agar dapat menjalankan check and balance.

Baca juga: Soal Perwira TNI/Polri Jadi Penjabat Kepala Daerah, Ini Kata Pakar Hukum Tata Negara

Dia beranggapan, dengan adanya rumor tersebut, maka kualitas dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia turut dipertaruhkan.

Menurut Herry, jika pemerintah kurang bijak memahami sistem dan manajemen tata kelola penempatan Pj Kepala Daerah, dapat berakibat fatal menjelang Pemilu 2024.

"Jika rumor ini benar maka bisa berakibat fatal dan berpengaruh pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 karena tata kelolanya keliru dan amburadul," ujar Herry.

Sementara itu, dia pun mendorong agar Pemerintah memperhatikan SDM Pj Kepala Daerah bukan karena kepentingan politik, melainkan untuk keberlangsungan pemerintahan di daerah tersebut.

"Yang paling utama itu Pj Kepala Daerah jangan asal pilih. Harus ada jaminan dari Pemerintah yakni diangkat bukan karena kepentingan politik pragmatis dari penguasa, ini yang perlu dipastikan dan dikawal dengan baik.”

“Tujuannya agar komitmen pembangunan daerah itu tetap berlanjut," kata Herry Mendrofa.

Diketahui, Anggota Komisi Fraksi Partai Demokrat DPR Anwar Hafid mengungkapkan ada penjabat (Pj) kepala daerah yang langsung mengundurkan diri setelah dilantik.

Anwar menyampaikan itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Kepala Staf Kepresidenan (KSP), dan Sekretaris Kabinet (Seskab) di Gedung DPR, Kamis (2/6/2022).

Namun, Anwar tak menjelaskan secara rinci identitas yang bersangkutan.

Ia hanya menyebut Pj kepala daerah yang mundur usai dilantik itu berada di dapilnya, yaitu Sulawesi Tengah.

"Habis dilantik, pejabat yang ditunjuk itu langsung mengatakan mengundurkan diri. Wibawa pemerintah ada di mana kalau seperti ini," kata Anwar.

Menurutnya, kasus ini terjadi karena ada masalah dalam pola komunikasi antara Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan gubernur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini