Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menerima suap dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono.
Suap senilai 27.258 dolar AS itu diduga terkait dengan perizinan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Nurwidhihartana, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta dan Triyanto Budi Yuwono, Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Suyuti sebagai tersangka.
Haryadi Suyuti dan tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka usai ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan diperiksa secara intensif.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan, kasus dugaan suap ini bermula pada 2019.
Saat itu, Oon selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Direktur Utama PT Java Orient Property yang merupakan anak usaha Summarecon, mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) mengatasnamakan PT Java Orient Property untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
Baca juga: Wakil Ketua KPK: Penangkapan Eks Wali Kota Yogyakarta Terkait Dugaan Suap IMB Apartemen
Proses permohonan izin kemudian berlanjut di tahun 2021.
Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon Nusihono dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.
"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu mengawal permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi di antaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Baca juga: KPK: Suap Eks Wali Kota Yogyakarta Terkait IMB Apartemen Royal Kedhaton Summarecon Agung
Haryadi Suyuti yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.
"Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui TBY [Triyanto] dan juga untuk NWH (Nurwidhihartana)," ujar Alex.
Pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT Java Orient Property akhirnya terbit.
Oon kemudian menyerahkan uang sebesar 27.258 dolar AS kepada Haryadi melalui Triyanto dan Nurwidhihartana.
Baca juga: Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Ditangkap, Diduga Terlibat Kasus Suap Perizinan Apartemen
"ON datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar 27.258 dolar AS yang dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH. Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik," ungkap Alex.
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto selaku tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Oon Nusihono selaku tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.