Mayadenawa memimpin Bali dengan lalim dan kejam, ia menganggap dirinya tidak terkalahkan sehinga rakyat harus menyembahnya layaknya Dewa.
Raja Mayadenawa mendapatkan kesaktiannya dari ketekunan imannya untuk memohon pada Dewa Siwa agar diberi kekuatan dapat merubah wujud.
Namun kekuatan malah merubah wujud menjadi kesombongan bagi Raja Mayadenawa.
Dan selama Raja Mayadenawa memimpin Bali, rakyat tidak merasakan kemakmuran.
Hal ini dikarenakan rakyat juga dilarang untuk menyembah Dewa dan menghancurkan pura, selain itu terjadi gagal panen dan kelaparan di mana-mana.
Awalnya rakyat hanya diam dan tidak berani melawan karena kesaktian sang raja.
Namun tiba tiba ada seorang pendeta bernama Sangkul Putih atau Mpu Sangkul Putih yang juga merupakan Pemangku Agung di Pura Besakih yang merasa iba melihat keadaan rakyat Bali saat itu.
Kemudian Sangkul Putih mencoba melakukan meditasi di Pura Besakih untuk memohon petunjuk dari para Dewa.
Ketika bertapa Sangkul Putih mendapatkan wahyu untuk datang ke Jambu Dwipa (India) untuk meminta bantuan.
Di sana Sangkul Putih juga mendapat bantuan dari Kahyangan yang dipimpin oleh Dewa Indra, untuk memerangi Raja Mayadenawa.
Kemudian Raja Mayadenawa yang mengetahui rencana tersebut segera mempersiapkan pasukannya sehingga terjadi perang besar yang menyebabkan kedua pihak menuai banyak korban.
Akhirnya perang tersebut berhasil dimenangkan oleh Sangkul Putih beserta pasukannya.
Karena kalah, Raja Mayadenawa memilih mengubah wujud dan kemudian menyusup pasukan Dewa Indra dan menuangkan racun pada sumber air.
Tetapi kemudian pasukan yang meminum dari sumber air tersebut keracunan.
Dewa Indra tidak tinggal diam, ia kemudian membuat sumber air baru yang mampu mengobati pasukannya.
Para pasukan pun kembali pulih, dan mengejar Mayadenawa yang bersembunyi di sebuah gua bernama Goa Mayadenawa.
Mayadenawa sangat berbahaya karena selalu berubah-ubah wujud agar dapat mengelabui Dewa Indra.
Akhirnya Dewa Indra dengan kesaktiannya berhasil membunuh Mayadenawa, dan pada hari kemenangan tersebut, diperingati sebagai Hari Raya Galungan, yang bermakna kemenangan Dharma (kebaikan) terhadap Adharma (keburukan).
(Tribunnews.com/Oktavia WW)(TribunnewsWiki/Adya Rosyada)
Berita lain terkait Hari Raya Galungan